Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Perjalanan PDI Perjuangan: dari Kudatuli, Oposisi, Dominasi, hingga Pandemi

Kompas.com - 27/07/2021, 06:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TERIAKAN serbu bercampur lemparan batu, menyeruak di suatu pagi. Mata yang terlelap usai berjaga sepanjang malam, sontak membelalak karena tidak siap. Detik-detik penyerang berbadan tegap dan bersepatu hitam serdadu merangsek maju. Mereka kalap, kami tidak siap. Mereka bersemangat diback up aparat, kami tetap bertahan mempertahankan keyakinan. Hingga akhirnya, luruh darah ke mana-mana.”

Saya awali tulisan ini dengan kesaksian para pelaku sejarah yang mengamankan Kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat saat Kerusuhan Sabtu Kelabu atau Kerusuhan 27 Juli 1996 terjadi.

Peristiwa yang selalu dikenang di setiap tanggal 27 Juli ini dikenal dengan “Kudatuli”, akronim dari kerusuhan 27 Juli. Peristiwa ini adalah tonggak perjuangan demokrasi sebelum kekuasaan tiran dan korup “daripada” Soeharto tumbang.

Berjarak satu dekade dengan peristiwa Kudatuli, di negeri jiran Filipina juga ada perisitiwa yang penuh gegap gempita ketika rakyat berhasil menumbangkan kekuasaan zalim Ferdinand Marcos dengan people power.

Perjuangan menuntut demokrasi antara Filipina dengan Indonesia memiliki kesamaan simbol, yakni munculnya sosok perempuan. Corazon Aquino di Filipina dan Megawati Soekarnoputeri di Indonesia.

Peristiwa Kudatuli adalah titik kulminasi keputusasaan rezim Soeharto yang tidak menginginkan Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputeri – putri tertua mendiang Presiden Soekarno – muncul di pentas politik nasional.

Baca juga: Peristiwa Kudatuli dan Megawati yang Jadi Simbol Perlawanan Orba...

 

Megawati dianggap pengganggu stabilitas kekuasan Soeharto dan konco-konconya yang telah lama bercokol sejak Bung Karno didongkel pada 1966.

Serangkaian skenario politik telah dijalankan aparat-aparat Orde Baru untuk menjegal Megawati dan PDI, partai politik yang semula dijadikan Soeharto sebagai assesoris demokrasi bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Di setiap pemilu yang digelar Orde Baru, sengaja PDI dan PPP tidak pernah diberi kesempatan menang karena memang Golkar dibuat harus selalu menang. Sebuah lawakan politik ala demokrasi daripada Soeharto.

Penjegalan rissing star keluarga Bung Karno ini bermula dari tidak diakuinya kemenangan Megawati di Kongres PDI tahun 1993 di Surabaya, Jawa Timur.

Semula orang yang diplot sebagai ketua umum PDI oleh Cendana adalah Budi Hardjono. Melalui voting pengambilan suara dengan drama mati listrik saat penghitungan suara, Megawati meraup 256 suara dari 305 suara cabang yang diperebutkan di forum kongres partai.

Rezim pun juga “tega” membuat dualisme kepengurusan tuan rumah penyelenggara kongres yang mengambil tempat di Asrama Haji Sukolilo. Kubu PDI Jawa Timur yang direstui pemerintah adalah Latif Pujosakti, sedangkan yang pro Megawati dan didukung akar rumput adalah Sucipto.

Baca juga: Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996, Saat Megawati Melawan tetapi Berakhir Diam...

Gagal di Surabaya, Orde Baru kembali menyiapkan skenario lagi dengan mem-plotting Soeryadi sebagai ketua umum untuk mendongkel Megawati di Kongres PDI di Medan tahun 1996.

Di mata pemerintah, PDI yang sah adalah PDI Soeryadi, sedangkan di akar rumput yang sah adalah PDI Megawati.

Walau terjadi dualime kepemimpinan yang “disengaja” pemerintah waktu itu, jalan Soeharto untuk menjadi presiden (lagi) dari hasil Pemilu tahun 1997 harus disiapkan sejak awal.

Euforia kebangkitan demokrasi yang mulai disandarkan rakyat kepada Megawati harus dilumpuhkan.

Menteri Dalam Negeri Yogie S Memet dan Panglima ABRI Jenderal Feisal Tanjung yang gagal membuat Bapak Soeharto senang tentu saja harus melakukan cara lain yang ampuh yaitu pengambilan paksa kantor DPP PDI!

Aksi mimbar bebas yang sebelumnya rutin diadakan di halaman kantor DPP PDI harus dihentikan karena setiap hari meneriakkan “borok” kebobrokan rezim Orde Baru.

Berlokasi yang sama di Kawasan Menteng, jarak antara kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro ke kediaman pribadi Presiden Soeharto di Jalan Cendana kurang lebih berjarak 3 km. 

Kantor DPP PDI bersebelahan dengan rumah kediaman salah satu menteri di kabinet Soeharto yang juga petinggi Golkar, Mien Sugandhi dan menantunya Kepala Staf Umum ABRI ketika itu Letjen TNI Soeyono.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com