Rektorat UI sendiri menjadi salah satu pihak yang menentang. Mereka menganggap kritikan yang disampaikan organisasi kampusnya kurang tepat. Alhasil rektorat melayangkan surat pemanggilan terhadap pengurus BEM UI sebagai bagian dari langkah pembinaan.
Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra juga mengaku pihak rektorat meminta menurunkan atau menghapus unggahan di akun BEM UI terkait kritik pada Jokowi. Namun, ia menolak.
Sejumlah pihak menyayangkan langkah rektorat tersebut. Salah satunya cendekiawan Azyumardi Azra yang menilai pemanggilan tersebut menandakan bahwa birokrat kampus sudah terkurung akan kedudukan.
Baca juga: Ketua BEM UI: Presiden Inkonsisten antara Pernyataan dan Kebijakan
Bahkan hal tersebut dinilainya sebagai upaya penertiban terhadap suara kritis mahasiswa karena mengkritik penguasa.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) juga mengatakan pemanggilan itu sebagai upaya pemberangusan kebebasan akademik.
Jokowi sudah merespons kritikan tersebut. Ia mengatakan bahwa apa yang disampaikan BEM UI merupakan bentuk dari pembelajaran dalam mengekspresikan pendapat.
Kritik, kata Jokowi, boleh dilakukan dalam iklim negara demokrasi. Sehingga kampus tak perlu menghalangi ekspresi mahasiswa.
Baca juga: Jokowi: Saya Dulu Disebut Klemar-klemer, lalu Plonga-plongo, lalu Ganti Lagi Otoriter...
Kendati demikian, ia juga mengingatkan bahwa bangsa Indonesia memiliki tata krama dan sopan santun.
Jokowi memandang kritik para mahasiswa kepada dirinya sebagai suatu hal yang biasa sebab sudah banyak dia menerima kritik.
"Dulu ada yang bilang saya ini klemar-klemer, ada yang bilang juga saya itu plonga-plongo, kemudian ganti lagi ada yang bilang saya ini otoriter, kemudian ada juga yang ngomong saya ini ’bebek lumpuh’, dan baru-baru ini ada yang ngomong saya ini ’Bapak Bipang’, dan terakhir ada yang menyampaikan mengenai ’The King of Lip Service’,” katanya.
Baca juga: Jokowi Heran Dulu Disebut Ndeso dan Klemar-klemer, Sekarang Diktator