JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, meski Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak menyarankan negara untuk menutup pintu masuk bagi perjalanan internasional selama pandemi, namun pemerintah harus mampu memperkuat screening di setiap pintu masuk.
"Itu (penutupan pintu masuk) tidak mengharuskan ditutup, tapi yang dilakukan adalah penguatan skrining di pintu masuk yang selama ini Indonesia lengah dan lemah karena regulasinya yang saya kritik dari awal," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Kamis (8/7/2021).
Dicky mengatakan, durasi karantina bagi pelaku perjalanan dari luar negeri idealnya 14 hari, ditambah 7 hari khusus untuk pelaku perjalanan dari negara yang terdeteksi varian Delta dan Alpha.
"Ini yang harus dilakukan, dan sertifikat vaksinasi iya, tapi harus jelas misalnya vaksin mana yang terbukti efektif terhadap varian yang mengancam saat ini seperti Delta dan tes PCR saat kedatangan," ujarnya.
Lebih lanjut, Dicky mengatakan, pemerintah juga dapat mencontoh Australia yang melarang masuk pelaku perjalanan dari negara-negara tertentu yang tengah mengalami lonjakan kasus Covid-19.
"Sementara ditutup dari negara yang sedang melonjak bisa saja dilakukan, tapi saya tidak posisi mendukung juga ya karena internasional health regulation menyebutkan tidak, sekali lagi esensinya adalah penguatan sisi screening," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Dedy Permadi menyebut, WHO tak pernah menginstruksikan negara-negara yang dilanda Covid-19 untuk menutup perjalanan internasional.
Hal itu Dedy sampaikan merespons sejumlah pihak yang mendesak pemerintah menghentikan sementara akses warga dari luar negeri yang hendak masuk ke RI.
"Menjawab isu tentang perjalanan internasional, perlu Bapak-Ibu ketahui bahwa WHO tidak pernah menginstruksikan penutupan perbatasan," kata Dedy dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (7/7/2021).
Alih-alih menutup pintu masuk, kata Dedy, WHO merekomendasikan agar sejumlah sektor diprioritaskan dalam perjalanan internasional.
Sektor tersebut, pertama, keadaan darurat dan tindakan kemanusiaan.
Kedua, perjalanan personel esensial atau tidak tergantikan dan sangat penting. Ketiga, pemulangan warga negara.
Keempat, transportasi kargo untuk persediaan penting, seperti makanan, obat-obatan, dan bahan bakar.
WHO menyarankan supaya dilakukan langkah-langkah mitigasi risiko sangat ketat untuk mengurangi risiko penularan virus corona dalam perjalanan internasional.
"Ditegaskan juga oleh WHO bahwa kebijakan tersebut tidak perlu mengganggu lalu lintas internasional," ujar Dedy.
"WHO mewanti-wanti bahwa pelaku perjalanan internasional tidak boleh dianggap sebagai tersangka utama penyebar Covid-19," kata dia.
Baca juga: Lebih dari 100 Pakar Internasional Desak Inggris Tunda Cabut Pembatasan Covid-19
WHO, kata Dedy, selalu mengingatkan bahwa kesejahteraan masyarakat harus jadi pertimbangan utama saat memutuskan suatu kebijakan, termasuk soal perjalanan internasional.
Terkait hal tersebut, pemerintah menerapkan masa karantina dan mewajibkan bukti vaksinasi lengkap sebagai salah satu syarat perjalanan internasional memasuki Indonesia.
"Sebagaimana sudah diatur dalam Surat Edaran Satgas terbaru atau Addendum Satgas Covid 19," kata Dedy.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.