Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diharapkan Terapkan Sanksi Tegas Bagi Pelanggar Protokol Kesehatan

Kompas.com - 29/06/2021, 14:26 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid mendukung pemerintah memberikan sanksi tegas bagi pelanggar protokol kesehatan (prokes).

Hal itu dinilai perlu sebagai upaya menertibkan masyarakat berperilaku hidup sehat agar terhidar dari paparan virus corona.

"Kami mendukung sanksi itu perlu, sekarang ini orang lengah, karena itu perlu ada batasan perilaku yang itu di-impulse oleh pihak ototitas," kata Alissa kepada Kompas.com, Selasa (29/6/2021).

Alissa mencontohkan protokol kesehatan layaknya sabuk pengaman ketika berkendara menggunakan mobil.

Pemerintah, kata dia, tidak bisa mengharapkan masyarakat menggunakan sabuk pengaman agar aman dalam berkendara.

Akan tetapi, pemerintah harus memberi sanksi berupa tilang bagi pengendara yang tidak menggunakan sabuk pengaman.

Baca juga: Kasus Covid-19 Melonjak, Pemerintah Bahas Revisi Aturan PPKM Mikro

"Kita enggak bisa mengharapkan orang kemudian menyadari bahwa dia perlu pakai sabuk pengaman supaya aman gitu, itu enggak bisa, orang Indonesia itu pakai sabuk pengaman karena takut ditilang," ucap Alissa.

"Jadi harus ada sanksi terhadap pelanggar protokol kesehatan," tutur dia.

Lebih lanjut, untuk mengatasi lonjakan kasus Covid-19 tersebut, Alissa mengatakan, sejumlah tokoh masyarakat telah meminta pemerintah untuk menarik rem darurat.

Selain dirinya, permintaan itu juga dilontarkan oleh sosiolog Imam Prasodjo, Guru Besar STF Driyarkara Franz Magnis-Suseno, ekonom Faisal Basri, Pemerhati Publik Abdillah Toha, Ekonom Vivi Alatas hingga Ulama NU KH A Mustofa Bisri.

Selain itu, ada pula presenter Andy F Noya, seniman Ernest Prakasa, Dosen Monash University Nadirsyah Hosen, peneliti ISEAS Yanuar Nugroho, Dosen FIB UGM Achmad Munjid, Dosen SBM ITB Kuntoro Mangunsubroto serta Dosen FEB UGM sekaligus inisiator Sambatan Jogja (Sonjo) Rimawan Pradiptyo.

"Kenapa kita menyebutnya tarik rem darurat? Karena kita melihat betul sampai saat ini pemerintah itu seperti gamang begitu, lebih banyak melakukan imbauan," kata Alissa.

Baca juga: Rencana Revisi Aturan PPKM Mikro, Restoran Hanya Boleh Take Away hingga Pukul 20.00

Alissa menilai, implementasi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro tidak efektif. Hal ini ditunjukkan dengan pola mobilitas masyarakat yang tidak berubah.

"Artinya, ya sudah sebatas ditentukan tetapi tidak ditegakkan. Seperti halnya orang shalat tetapi tidak menegakkan shalat," kata Alissa.

Alissa menyoroti aturan PPKM yang hanya membatasi sejumlah kegiatan, misalnya kantor, restoran, dan tempat yang berpotensi timbulkan keramaian. Akan tetapi, mobilitas masyarakat tidak dibatasi oleh pemerintah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 Suplier Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 Suplier Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com