Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM: Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Bukan dengan RANHAM, tapi UU Pengadilan HAM

Kompas.com - 24/06/2021, 16:00 WIB
Tatang Guritno,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin menilai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (Ranham) memang tidak dirancang untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Amiruddin mengatakan, penyelesaian pelanggaran HAM berat sudah diatur dalam undang-undang tersendiri.

“Rancangan Aksi Nasional itu memang bukan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yang berat. Pelanggaran HAM yang berat langkah penyelesaiannya sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” tutur Amiruddin pada Kompas.com, Kamis (24/6/2021).

Baca juga: Komnas HAM Tidak Berharap RANHAM Bisa Selesaikan Pelanggaran HAM Masa Lalu

Hanya saja, menurutnya, komitmen pemerintah penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang diamanatkan dalam UU itu belum tampak.

Amiruddin menjelaskan bahwa penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lalu harus melalui UU tersebut atau keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2006.

Penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu tidak bisa menggunakan RANHAM yang merupakan daftar rencana kerja pemerintah.

“Jadi tidak bisa dicampur adukan dengan RAN yang merupakan daftar rencana kerja pemerintah. RAN itu sudah beberapa kali dibuat, tapi hampir-hampir tidak ada langkah signifikannya dalam memperbaharui kondisi HAM,” terang dia.

Amiruddin menyatakan bahwa dirinya tidak berharap apapun pada penyusunan RANHAM yang baru.

Baca juga: RANHAM Sasar Perempuan hingga Masyarakat Adat, KSP: Tak Berarti Abaikan Kelompok Lain

Ia hanya meminta pemerintah konsisten dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi sesuai dengan amanat UU yang berlaku.

“Enggak ada (harapan pada RANHAM). Saya berharap pemerintah konsisten dengan perintah UU mengenai HAM. Jalankan saja perintah UU itu secara konsisten,” imbuhnya.

Ia mengungkapkan implementasi pemerintah pada UU penyelesaian HAM belum berjalan dengan baik karena sampai saat ini Komnas HAM masih menerima banyak laporan pelanggaran dari masyarakat.

“Karena sampai sekarang pengaduan-pengaduan ke Komnas HAM mengenai dugaan pelanggaran HAM tidak berkurang. Artinya konsistensi pada UU belum dilaksanakna secara baik dan tepat,” pungkas dia.

Diketahui Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres Nomor 53 Tahun 2021 tentang RANHAM tahun 2021-2025.

Melihat salinan perpres tersebut yang diunggah di laman resmi Kementerian Sekretariat Negara, aturan itu telah ditanda tangani Jokowi pada 8 Juni 2021.

Baca juga: Jokowi Teken Perpres 53/2021, Atur Rencana Aksi HAM 2021-2025

Pasal 1 angka 2 Perpres tersebut menjelaskan bahwa RANHAM adalah dokumen yang memuat sasaran strategis yang digunakan sebagai acuan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk melaksanakan penghormatan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan HAM di Indonesia.

Pada Rabu (23/6/2021) kemarin, Anggota Komisi III DPR dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai Perpres itu tidak memuat penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu.

Ia mengatakan bahwa Perpres tersebut lebih menekankan tata kelola HAM di masa yang akan datang.

“Perpres tersebut lebih menekankan pada tata kelola HAM ke depan. Sehingga belum menjawab persoalan penyelesaian dugaan pelanggaran HAM di masa lalu,” sebutnya saat dikonfirmasi Kompas.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Jokowi dan PDI-P, Projo: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Projo: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com