JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan setidaknya 80 hasil analisis transaksi mencurigakan terkait penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta dana otonomi khusus Papua.
Dilansir dari Kompas.id, Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengungkapkan, dalam laporan tersebut, PPATK menemukan setidaknya 53 orang yang berasal dari kalangan pejabat pemerintah daerah, organisasi kemasyarakatan, dan rekanan pemerintah daerah yang terlibat dalam transaksi mencurigakan.
Ia mengatakan, transaksi yang menggunakan APBD dan dana otsus itu berpotensi merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Baca juga: Jubir: Wapres Minta Pembangunan di Papua Jangan Dihambat dengan Persoalan Politik dan Keamanan
Selain itu, lanjut Dian, pihaknya juga tengah memantau dugaan aliran dana dari anggota DPRD Tolikara dan Pemerintah Kabupaten Puncak, Papua, untuk mendanai pembelian senjata dan amunisi kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Hasilnya akan diserahkan kepada penegak hukum untuk melengkapi temuan di lapangan.
"Untuk sementara masalah ini (sumber dana pembelian senjata dan amunisi KKB) sedang dalam penelusuran, pemeriksaan, dan analisis," ujar Dian kepada Kompas.id, Selasa (22/6/2021).
Dian mengatakan, Papua memang merupakan salah satu daerah yang menjadi perhatian PPATK 10 tahun ke belakang.
Selama itu pula, pihaknya telah menyampaikan lebih dari 80 laporan hasil analisis dan pemeriksaan transaksi keuangan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kejaksaan, dan kepolisian.
Baca juga: Pansus Usulkan Pembahasan RUU Otsus Papua Tak Terbatas pada Dua Pasal
Menurut dia, penggunaan APBD dan dana otsus yang tak efisien berakibat pada pemerataan kesejahteraan masyarakat yang berjalan lambat.
Karena itu, ia mendukung keputusan pemerintah menegakkan hukum kepada para pelanggar dan menerapkan pendekatan kesejahteraan kepada masyarakat Papua.
Diwawancara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, dana yang mengalir kepada KKB untuk membeli senjata masih ditelusuri aparat. Ia pun belum bisa memastikan apakah dana yang dimaksud berasal dari APBD atau dana otsus.
Ia menegaskan, Kemenko Polhukam selalu berkoordinasi dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK untuk menindak seluruh pelanggaran hukum di Papua. Tidak terkecuali penggunaan dana otsus dan dana lain secara ilegal untuk tujuan yang melanggar hukum.
Baca juga: Revisi UU Otsus Papua, Komnas HAM Minta Tak Hanya Bahas Dana dan Pemekaran Wilayah
Mengenai aliran dana ilegal, Mahfud juga meminta Badan Intelijen Negara (BIN) dan PPATK untuk melacaknya.
Sejauh ini, terdapat temuan bahwa aliran dana ilegal itu terkait dengan tindak pidana korupsi.
"Ada yang diduga korupsi berdasar temuan BPK yang dirujuk oleh BIN. Selanjutnya, menurut temuan PPATK, ada pencairan dana secara besar-besaran dan tunai dari bank, tetapi setelah itu tak jelas laporan pembelanjaannya," ucapnya.
Baca juga: Mendagri Harap UU Otsus Bisa Jawab Persoalan SDM di Papua
Sebelumnya, Mahfud mengatakan, ada 10 kasus korupsi besar di Papua yang tengah diselidiki penegak hukum. Ia menegaskan, seluruhnya akan diusut, termasuk soal sumber dana KKB.
"Papua akan kita bangun dalam bingkai kesejahteraan dan kedamaian. Penegakan hukum adalah bagian dari upaya membangun Papua yang damai dan sejahtera," kata dia.
Sementara itu, diberitakan sebelumnya, polisi mulai menguak sumber dana KKB untuk pembelian senjata dan amunisi.
Berdasarkan keterangan Neson Murib, anggota jaringan pemasok senjata yang ditangkap Satgas Nemangkawi, Senin (14/6/2021), dirinya mendapat Rp 370 juta dari anggota DPRD Tolikara untuk membeli senjata api dan amunisi KKB di Timika.
Sejumlah uang itu ia bawa saat ditangkap polisi.
Baca juga: MPR Harap Revisi UU Otsus Papua Beri Solusi Alternatif, Masyarakat Terima Manfaat
Selain uang Rp 370 juta, polisi juga menemukan barang bukti lain. Salah satunya, catatan bantuan uang senilai Rp 600 juta dari Pemerintah Kabupaten Puncak.
Hingga saat ini, dugaan pendanaan KKB oleh politisi dan pemerintah daerah masih didalami.
Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Mathius Fakhiri menyatakan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam mengusut kasus ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.