Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Peralihan Pegawai KPK Jadi ASN, MAKI dkk Ajukan Uji Materi UU KPK ke MK

Kompas.com - 04/06/2021, 19:20 WIB
Sania Mashabi,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Adapun pasal yang dimohonkan untuk diuji yakni Pasal 69B Ayat 1 dan 69C yang mengatur tentang pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

"Hendak mengajukan pengujian Pasal 69 Ayat 1 dan Pasal 69C UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang-Undang Dasar 1945," demikian yang tertulis dalam berkas permohonan, Jumat (4/6/20321)

Selain MAKI, pihak lain yang tercantum dalam permohonan ini adalah Lembaga Pengawasan, Pengawalan dan Penegakkan Hukum Indonesia (LP3HI) dan Lembaga Kerukunan Abdi Keadilan Indonesia (Kemaki).

Baca juga: 9 Pegawai KPK Ajukan Uji Materi UU KPK ke Mahkamah Konstitusi

Para pemohon menilai, pemberlakuan Pasal 69B Ayat 1 dan Pasal 69 C UU Nomor 19 Tahun 2019 akan berpotensi menghilangkan pegawai KPK yang profesional, telah teruji memiliki integritas, dan pengabdian yang panjang dalam pemberantasan korupsi.

Sehingga hal tersebut akan merugikan Indonesia, masyarakat dan khususnya para pemohon.

Dalam berkas permohonan juga tercantum bahwa untuk kebaikan KPK dan pemohon semestinya seluruh pegawai KPK yang telah teruji tersebut tidak dapat diberhentikan kecuali melanggar hukum dan etika.

"Bahwa jika KPK diisi oleh orang-orang yang tetap memiliki profesional telah teruji memiliki integritas dan pengabdian yang panjang dalam pemberantasan korupsi atau setidak-tidaknya tidak cacat secara etis dan juga tidak dinyatakan bersalah melanggar kode etik KPK," tulis pemohon dalam berkas permohonan.

"Maka cita-cita pembentukan organisasi para pemohon akan tercapai, sehingga apabila terjadi pemecatan hanya berdasar tes wawasan kebangsaan maka jelas-jelas merupakan kerugian bagi para pemohon," lanjut tulisan tersebut.

Baca juga: Ketua KPK Firli Disebut Lebih Banyak Terbelit Polemik daripada Berprestasi

Oleh karena itu, diperlukan pemaknaan yang lebih jelas serta tidak menimbulkan penafsiran yang berubah-ubah yang pada ujungnya menimbulkan ketidakpastian hukum dan keadilan atas bunyi pasal 69B Ayat 1 dan Pasal 69C UU KPK.

Maka dari itu, para pemohon dalam provisi memerintahkan kepada pemerintah atau presiden dan pimpinan KPK untuk menghentikan proses alih fungsi pegawai KPK menjadi ASN.

Sementara dalam pokok perkara, para pemohon meminta majelis hakim konstitusi untuk menyatakan Pasal 69B Ayat 1 dan Pasal 69C UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Serta menyatakan frasa ketentuan peraturan perundang-undangan dalam Pasal 69B ayat 1 dan Pasal 69C UU KPK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai:

"Merugikan pegawai KPK dengan alasan apapun termasuk tidak dapat diberhentikan kecuali melanggar hukum berdasarkan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan atau melanggar etika berat berdasarkan putusan dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau majelis kehormatan Komisi Pemberantasan Korupsi".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com