Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK Dinilai Janggal dan Mengada-ada

Kompas.com - 05/05/2021, 19:36 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengkritik tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hendak beralih status sebagai ASN.

Menurut dia, tes tersebut berisi sejumlah pertanyaan yang janggal dan mengada-ada.

"Tes berisi hal yang janggal dan mengada-ada," kata Feri kepada Kompas.com, Rabu (5/5/2021).

Pertanyaan janggal itu misalnya yang berkaitan dengan Front Pembela Islam (FPI). Ada pula pertanyaan tentang pendapat pegawai KPK terhadap program pemerintah.

Baca juga: Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK Libatkan BIN, Bais TNI, hingga BNPT

Padahal, pegawai KPK secara etis tidak boleh berurusan dengan perdebatan politik. Mereka tidak dibolehkan menunjukan dukungan atau penolakan terhadap program-program pemerintah.

"Karena bisa saja program itu terkait kasus korupsi," ujar Feri.

Feri menyebut, penyelenggaraan TWK tidak sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Sebab, UU itu tak mengatur kewajiban tes untuk alih status pegawai.

Tes diselenggarakan berdasar kehendak pimpinan KPK yang didasari pada Peraturan Komisi KPK Nomor 1 Tahun 2021.

Baca juga: KPK Tak Berhentikan 75 Pegawai yang TMS, Tunggu Penjelasan Kemenpan RB dan BKN

Oleh karenanya, menurut Feri, secara administrasi pelaksanaan TWK bermasalah.

Selain itu, lanjut Feri, penyelenggaraan TWK merupakan bentuk kezaliman dan kesewenang-wenangan penyelenggara.

Sebab, selain tidak dilakukan secara terbuka sebagaimana seleksi ASN pada umumnya, tes pada pegawai KPK ini juga dilakukan secara berulang-ulang.

"Mana ada orang dites berkali-kali seperti pegawai KPK, apalagi tertutup. KPK kalah dengan lembaga lain yang tesnya hasilnya dibuka setelah tes berlangsung," ucap Feri.

Lebih lanjut, Feri menilai bahwa penyelenggaraan TWK merupakan upaya pimpinan KPK untuk menyingkirkan pegawai-pegawai yang berintegritas terhadap pemberantasan korupsi.

"Tes ini merupakan cara untuk membenarkan pencoretan figur-figur yanf sedang menangani perkara megakorupsi, kasatgas (kepala satuan tugas) kasus-kasus yang melibatkan para politisi dan orang yang menjabat di posisi internal yang penting bagi integritas KPK di masa depan," kata dia.

Baca juga: 75 Pegawai KPK Tak Penuhi Syarat TWK, Firli: Sampai Hari Ini Tidak Ada Pemecatan

Sebelumnya, sejumlah pegawai KPK mengungkapkan beberapa kejanggalan pada pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam TWK.

Beberapa pertanyaan dalam tes dinilai tidak sesuai dengan kepentingan kebangsaan. Misalnya berkaitan dengan doa Qunut, atau sikap pegawai terkait LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender).

"Iya ada yang ditanyakan, ada juga LGBT, itu benar," kata salah seorang sumber Kompas.com, Rabu (5/5/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com