Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tersangka Kasus Asabri Cuci Uang Lewat Bitcoin, PPATK: Modus Baru TPPU

Kompas.com - 22/04/2021, 10:34 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae mengatakan, penyembunyian hasil kejahatan melalui transaksi mata uang kripto atau bitcoin sudah teridentifikasi terjadi di Indonesia sejak 2015.

Ini terkait dengan temuan Kejaksaan Agung bahwa tiga tersangka kasus korupsi PT Asabri diduga menyembunyikan hasil kejahatannya melalui transaksi mata uang kripto atau bitcoin.

Menurutnya, risiko terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) melalui transaksi mata uang kripto menjadi emerging threat media pencucian uang di Indonesia.

"Hal tersebut memiliki makna bahwa mulai adanya terjadinya kenaikan trend penyalahgunaan aset kripto sebagai media pencucian uang. Sehingga dapat dikatakan bahwa ini menjadi modus baru pencucian uang di Indonesia," kata Dian kepada Kompas.com, Kamis (22/4/2021).

Baca juga: Tiga Tersangka Korupsi Asabri Diduga Cuci Uang Lewat Bitcoin

Kendati demikian, ia melihat modus semacam ini justru bukan hal baru di dunia internasional. Hal tersebut dikarenakan aset kripto mulai berkembang sejak diciptakan Bitcoin pada 2009.

Dian menerangkan, perkembangan modus ini pun semakin cepat sejalan dengan perkembangan teknologi yang ada.

"Perkembangannya semakin pesat sejalan dengan perkembangan teknologi dan industri 4.0 di seluruh dunia," nilai dia.

Tak hanya di kasus korupsi

Rupanya, TPPU dengan modus melalui transaksi mata uang kripto atau Bitcoin tidak hanya terjadi dalam kasus-kasus tindak pidana korupsi.

Jelas Dian, di Indonesia teridentifikasi beberapa kasus yang menyalahgunakan aset kripto antara lain Cybercrimes seperti scamming dan pemerasan terkait ransomware.

"Di mana para pelaku kejahatan dimaksud meminta tebusannya dengan menggunakan aset kripto," jelasnya.

Baca juga: Dilamar dengan Bitcoin Rp 1,6 M, Tenri Belum Akan Menukarnya, Tunggu Harga Capai Rp 4 M

Selain itu, teridentifikasi pula untuk pendanaan terorisme di mana salah satu organisasi teroris internasional mempublikasikan wallet address aset kripto untuk mengumpulkan dana yang digunakan membiayai kegiatan terorisme.

Kemudian, lanjut Dian, modus pencucian uang dengan menyalahgunakan aset kripto juga banyak dilakukan oleh pelaku kejahatan narkotika.

"Transaksi narkotika dengan menggunakan aset kripto biasanya terjadi di dark web, di mana para pelaku kejahatan meminta pembayaran atas pembelian narkotika di dark web," tuturnya.

Ia mencontohkan, modus pencucian uang itu terjadi di Market Place yang menjual illegal goods termasuk narkotika seperti Silk Road 2.0, Hydra dan lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com