JAKARTA, KOMPAS.com - Tak banyak yang tahu bahwa Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 berada di tengah suasana bulan puasa.
Bahkan, menjelang pembacaan teks proklamasi keesokan harinya, para perumus teks proklamasi, termasuk Wakil Presiden Pertama Indonesia Mohammad Hatta, harus sahur dengan roti, telur, dan ikan sarden.
Saat itu, Hatta sahur di rumah Admiral Maeda usai rapat persiapan kemerdekaan yang rampung pada pukul 03.00.
Rapat yang telah dirembuk semalaman itu akhirnya rampung pada hari ke-9 Ramadhan tahun 1364 Hijriah.
Teks proklamasi pun selesai dibuat dan segera diketik oleh Sayuti Melik di waktu sahur tersebut.
Baca juga: Cerita Hamka Jadi Imam Shalat Jenazah Bung Karno yang Pernah Memenjarakannya...
"Sahur.... sahur!" terdengar suara dari luar rumah Maeda yang menunjukkan waktu untuk sahur bagi umat Islam yang akan berpuasa.
"Waktu itu bulan puasa. Sebelum pulang, aku masih dapat makan sahur di rumah Admiral Maeda. Karena tidak ada nasi, yang kumakan ialah roti, telur, dan ikan sarden, tetapi cukup mengenyangkan," kata Hatta dalam bukunya Menuju Gerbang Kemerdekaan yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2011.
Satsuki Mishina yang merupakan asisten rumah tangga Maeda dan satu-satunya perempuan di rumah tersebut adalah orang yang menyiapkan makanan itu.
Ia pun segera menghidangkan masakannya kepada para tojoh perumus proklamasi yang berkumpul di rumah Maeda.
Tidak hanya Hatta, di rumah Maeda juga ada Soekarno, Achmad Soebardjo, dan Sayuti Melik.
Mereka menyantap makan sahur, sedangkan Sayuti Melik menyelesaikan tugasnya untuk mengetik naskah proklamasi dengan mesin ketik yang ada di Konsulat Jerman dekat rumah Maeda.
Baca juga: Ironi Sutan Sjahrir, Pendiri Bangsa yang Wafat dalam Status Tahanan Politik
Santap sahur itu masih terasa seperti rapat karena ketiganya tetap berdiskusi untuk menentukan lokasi yang tepat untuk membacakan teks proklamasi tersebut.
Saat itu, Sukarni dari golongan muda menginginkan pembacaan di Lapangan Ikada agar rakyat Jakarta datang melihat momen bersejarah itu.
Namun, Soekarno menolak dengan pertimbangan Lapangan Ikada masih diduduki tentara Jepang dan tak ingin memulai insiden.
Rumah Soekarno yang ada di Pegangsaan Timur Nomor 56 yang sekarang menjadi Tugu Proklamasi pun disepakati menjadi lokasi dibacakannya teks proklamasi tersebut.