Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Anomali Parlemen di Era Digital

Kompas.com - 14/04/2021, 10:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SYAHDAN, istilah parlemen terambil dari kata Perancis, parle yang berarti berbicara. Maka, parlemen bisa dimaknai representasi rakyat berbicara.

Wakil rakyat bertugas bicara. Menyuarakan apa yang dikehendaki rakyat soal kehidupan bernegara.

Sayangnya tidak selalu konsep itu berkorelasi dengan faktanya. Iwan Fals pernah menyindir di masa Orde Baru dengan judul lagu Surat untuk Wakil Rakyat yang petikan baitnya,

Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu setuju

Tentu, kita semua mengharapkan lagu Iwan Fals tadi tidak kembali populer karena terkoneksi dengan situasi parlemen di masa reformasi. Cukup situasi itu terjadi di masa kegelapan Orde Baru (Orba).

Tulisan Budiman Tanuredjo (Disrupsi Partai Politik, Kompas.id, 10/4/2021:2) seolah mengonfirmasi kekhawatiran di atas.

Tulisnya, “Jarang terdengar suara kritis Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap berbagai kebijakan yang tidak pro rakyat. Rencana pemerintah memindahkan ibukota dari Jakarta ke Kalimantan Timur sepi dari kritik politisi DPR”.

Survei Charta Politika, 20-23 Maret 2021, menunjukkan kepercayaan publik pada DPR di angka 61 persen. Kalah dengan TNI (84,4 persen) dan Presiden (83 persen).

Kritik serupa menerpa mitranya senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dalam suatu forum, Syarif Hidayat (peneliti LIPI), mengkhawatirkan, parlemen tidak lagi menyampaikan voice (aspirasi publik) namun sekadar noise (kebisingan).

Perbincangan soal parlemen itu sendiri, dari sudut akar filosofis, tidak bisa dilepaskan dari gagasan demokrasi. Demokrasi---sebagai gagasan yang sejak lama ditawarkan filsuf Yunani sekitar 2500 silam---menurut Donny Gahral Adian (Teori Militansi, 2011:13-14), sedari awal mengandung paradoks.

Paradoks terletak pada kata yang membentuknya: demos (rakyat) dan kratein (kekuasaan). Demos menyiratkan kesetaraan dan kebebasan. Sementara kratein sebaliknya, menyiratkan sub-ordinasi dan hirarki.

Kesetaraan berseberangan dengan hirarki. Kebebasan bertolak belakang dengan sub ordinasi. Paradoks tersebut teratasi apabila demos diperintah oleh dirinya sendiri (self government).

Idealisme ini sayangnya bertumbukan dengan fakta, demokrasi membutuhkan mediasi atau representasi. Rakyat tidak memerintah dirinya sendiri. Tapi menghasilkan kekuasaan kepada representasi politiknya, baik di eksekutif maupun parlemen.

Konsep ini rupanya, menurut penulis, tidak terbayangkan atau setidaknya terantisipasi, bagaimana jika parlemen punya hidden agenda tersendiri.

Bukan menyuarakan rintihan rakyatnya, namun tergoda berselancar dalam oligarki di antara mereka. Akibat pemujaan pada kapital dan pragmatisme sebagai dampak merajalelanya politik uang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com