Dari ratusan aksi teror itu, sebanyak 52 persen cenderung berdaya rusak rendah dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh dan dirakit.
Lalu, 30 persen berdaya rusak sangat rendah, 12 persen daya rusak sedang, dan 3 persen berdaya rusak tinggi dan kritikal.
Umumnya, serangan teror terjadi dua periode utama yaitu Agustus-September dan November-Desember.
"Pola ini cenderung terkait dengan momentum jejaring teror global 'Black September' dan perayaan Natal dan tahun baru," kata Andi Widjajanto.
Andi mengatakan, berdasar temuan timnya, terjadi peralihan serangan teror dari karakter JI yang mengandalkan aksi pengeboman terhadap tokoh atau tempat religius, menjadi metode yang lebih variatif seperti serangan bersenjata pembunuhan dan penculikan oleh kelompok JAD dan MIT.
"Terjadi peralihan pola serangan dari sel JI yang cenderung beraksi di perkotaan seperti Jakarta dan Medan pada akhir tahun, ke pola teror jejaring JAD dan MIT yang kerap melakukan serangan sporadis di banyak tempat sepanjang tahun," kata Andi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.