Data tersebut merupakan temuan terbaru dari Tim Analis LAB 45 yang dirilis pada Senin (29/3/2021).
"Tercatat 552 aksi teror di Indonesia dari tahun 2000-2021," kata Analis Utama Politik Keamanan LAB 45, Andi Widjajanto, kepada Kompas.com, Selasa (30/2/2021).
Menurut temuan Tim Analis LAB 45, kulminasi atau puncak tertinggi serangan teror di Indonesia terjadi selama masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Kuliminasi serangan teror yaitu 192 insiden di Indonesia terjadi di masa pemerintahan Yudhoyono," ujar Andi.
Disusul kemudian era pemerintahan Megawati Soekarnoputri, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, lalu Joko Widodo.
Dilaporkan, ada tiga sasaran utama aksi teror. Ketiganya yakni individu/aset pribadi (24 persen), aparat kepolisian (17 persen), dan tokoh/tempat keagamaan (15 persen).
Sisanya, aksi teror menyasar pada fasilitas komersial atau pariwisata, pemerintahan, militer, jurnalis/media, transportasi, hingga misi diplomatik.
Kemudian, mayoritas serangan teror cenderung berupa aksi pengeboman (51 persen). Disusul serangan bersenjata (30 persen), serangan pada fasilitas umum (8 persen), pembunuhan (5 persen), penculikan (4 persen), dan serangan tak bersenjata (1 persen).
"Aksi pengeboman cenderung menurun dari tahun 2000 sampai 2015, namun terjadi peningkatan serangan sejak tahun 2016," ujar Andi.
Dalam kurun waktu 21 tahun, 50 persen aksi teror di Tanah Air dilakukan oleh Jamaah Islamiyah (JI) yang berafiliasi dengan Al Qaeda.
Kemudian, 26 persen aksi teror dilakukan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang berafiliasi dengan ISIS, 15 persen oleh Jamaah Ansharut Daulah (JAD), 8 persen oleh Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), dan 1 persen oleh Mujahidin Indonesia Barat (MIB).
Dari ratusan aksi teror itu, sebanyak 52 persen cenderung berdaya rusak rendah dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh dan dirakit.
Lalu, 30 persen berdaya rusak sangat rendah, 12 persen daya rusak sedang, dan 3 persen berdaya rusak tinggi dan kritikal.
Umumnya, serangan teror terjadi dua periode utama yaitu Agustus-September dan November-Desember.
"Pola ini cenderung terkait dengan momentum jejaring teror global 'Black September' dan perayaan Natal dan tahun baru," kata Andi Widjajanto.
Andi mengatakan, berdasar temuan timnya, terjadi peralihan serangan teror dari karakter JI yang mengandalkan aksi pengeboman terhadap tokoh atau tempat religius, menjadi metode yang lebih variatif seperti serangan bersenjata pembunuhan dan penculikan oleh kelompok JAD dan MIT.
"Terjadi peralihan pola serangan dari sel JI yang cenderung beraksi di perkotaan seperti Jakarta dan Medan pada akhir tahun, ke pola teror jejaring JAD dan MIT yang kerap melakukan serangan sporadis di banyak tempat sepanjang tahun," kata Andi.
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/30/15460211/552-aksi-teror-terjadi-sejak-tahun-2000-terbanyak-ada-di-era-sby