Munaslub pun digelar di Bali pada Mei 2016 atau 17 bulan sejak terjadinya dua munas pada 2014.
Nurul mengatakan, saat itu muncul beberapa kandidat Ketua Umum Partai Golkar periode 2016-2019.
"Ada Pak Setya Novanto, Pak Ade Komarudin, Pak Airlangga Hartarto, waktu itu muncul sebagai kandidat-kandidat. Namun, munaslub Bali itu memilih Bapak Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar periode 2016-2019," katanya.
Ia menjelaskan, kedua kubu pun akhirnya sepakat untuk mengakhiri dualisme dengan cara mengakomodasi agar dapat masuk dalam pengurus.
Baca juga: Setya Novanto Jadi Ketum Golkar, Ini Komentar Jokowi
Kendati demikian, diakuinya saat itu kepengurusan Partai Golkar justru menjadi sangat gemuk.
"Namun kami tidak mempermasalahkan yang penting adalah rekonsiliasi dan konsolidasi dan suasana damai di dalam Partai Golkar. Kemudian akhirnya ketua umum fokus rekonsiliasi dan konsolidasi demi menyambut Pilkada 2017 dan Pemilu 2019," ujarnya.
"Alhamdulillah hingga saat ini, kondisi internal Partai Golkar solid dengan dinamika yang stabil. Kalau ada keguritan-keguritan di sana-sini, kami menganggapnya ini sebagai suatau dinamika partai. Dan selama koridornya masih bisa ditolerir, kami membiarkan itu. Kecuali kalau sudah fatal," tambah dia.
Seperti diketahui, Novanto akhirnya mundur setelah menjadi tersangka korupsi KTP elektronik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.