JAKARTA, KOMPAS.com - Muchtar Pakpahan begitu terobsesi untuk membela rakyat kecil. Obsesinya muncul saat ia kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Methodis, Medan, Sumatera Utara.
Kala itu, Muchtar tak terpikir untuk menjadi advokat, apalagi memimpin serikat buruh. Ia bercita-cita menjadi dokter.
"Entah kenapa obsesi saya membela rakyat tertindas muncul lagi saat kuliah di kedokteran," ucap Muchtar, dikutip dari arsip Harian Kompas, 18 September 1993.
Baca juga: Muchtar Pakpahan: Saya Pun Terbakar Menegakkan Keadilan
Semasa kuliah, Muchtar kerap membaca artikel koran mengenai aktivitas sejumlah tokoh pergerakan mahasiswa tahun 1970-an.
Mulai dari Hariman Siregar (Ketua DM UI), Muslim Tampubolon (Ketua DM ITB), Nelson Parapat (aktivis GMKI USU Medan) hingga Sufri Helmi Tanjung (tokoh HMI IAIN Medan).
"Kebetulan mereka itu berdarah Tapanuli. Akhirnya saya pun terbakar menegakkan keadilan," katanya.
Faktor lainnya, perasaan senasib dengan rakyat kecil. Sejak SMA, Muchtar mesti bekerja untuk membiayai hidupnya. Orangtuanya meninggal ketika usia Muchtar masih begitu belia.
Ia bersama kakak dan adiknya harus bahu membahu untuk melanjutkan hidup. Berbagai pekerjaaan dilakoni Muchtar, tukang becak hingga penjual koran dan roti.
"Ya, pokoknya berganti-ganti, yang mana sempatlah," kata Muchtar.
Baca juga: Saat Muchtar Pakpahan Munculkan Wacana Ganti Sistem Politik di Era Orde Baru
Suatu saat, selepas menarik becak, ia makan miso (semacam bakso--red) di warung kaki lima. Muchtar terlibat perkelahian dengan tiga berandal yang tidak mau membayar miso yang mereka makan.
"Rasa senasib, mungkin itu yang jadi penyebab menggelegaknya obsesi buat menegakkan keadilan," tuturnya.
Kuliah di Fakultas Hukum
Suatu saat, Muchtar memutuskan untuk meninggalkan pendidikan kedokterannya, kemudian berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
Keputusan itu dilatarbelakangi peristiwa pahit yang dialami oleh seorang ibu. Oknum Polsek Teladan Medan memperlakukannya secara semena-mena.
"Saya kebetulan lewat di samping sel tahanannya ketika mendengar tangisnya," ucap Muchtar.
Baca juga: Kesederhanaan di Balik Sosok Muchtar Pakpahan yang Vokal Membela Buruh