Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Pemilu Ditarik dari Prolegnas 2021, Anggota Komisi II Sebut karena Pemerintah Tak Setuju

Kompas.com - 13/03/2021, 12:34 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar Zulfikar Arse Sadikin mengatakan, salah satu alasan ditariknya Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 adalah karena pemerintah tidak menyetujui pembahasan RUU tersebut.

Menurut dia, hal tersebut menjadi alasan utama Komisi II pada akhirnya mengusulkan agar RUU Pemilu ditarik dari Prolegnas Prioritas 2021.

"Ketika salah satu dari pembentuk undang-undang itu tidak bersetuju untuk melanjutkan proses revisi ini, tentu kita juga berpikir, kalau salah satu sudah tidak setuju enggak mungkin dong DPR ngotot terus, percuma juga," kata Zulfikar dalam diskusi daring bertajuk "Implikasi Batalnya Revisi UU Pemilu" Sabtu (13/3/2021).

Ia menilai, apabila sejak awal pemerintah tidak menyetujui revisi UU Pemilu, pembahasan di DPR juga tidak akan berjalan.

Baca juga: Ketua Komisi II: Rencana Revisi UU Pemilu Bagian Penyempurnaan Sistem Politik dan Demokrasi

Zulfikar berpandangan, keputusan pemerintah yang tidak ingin merevisi UU Pemilu itu juga sudah diwakili oleh beberapa pejabat negara saat menyampaikan kepada publik.

"Menurut pemerintah kan dalam hal ini, misalnya dari penjelasannya Pak Bahtiar Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum ini kan, katanya kita sudah ada, punya undang-undang yang lama. Oke. Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 lalu UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Pemilu serentak 2024. Katanya, ini belum dilaksanakan. Kenapa harus diubah, ini pendapat pemerintah," jelasnya.

Atas dasar tersebut, kata dia, DPR menghormati keputusan pemerintah untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU Pemilu.

Hal ini juga menjadi jawaban bahwa DPR dalam hal ini Komisi II tidak balik badan. Sebab, dahulu Komisi II pula yang mengusulkan agar UU Pemilu direvisi.

"Jadi sebenarnya bukan kita balik badan. Tapi kita menghormati apa yang sudah diambil oleh pemerintah karena membuat UU itu harus persetujuan bersama, antara pemerintah dan DPR, begitu sebaliknya. Kalau salah satu tidak, ya nggak akan jadi itu," ucap dia.

Sementara itu, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar yang turut hadir dalam diskusi daring mengatakan, pemerintah sudah menyampaikan agar sebaiknya semua pihak menghormati UU yang ada yaitu UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.

Sehingga, menurutnya pembahasan RUU Pemilu tidak dapat dilanjutkan dan semua pihak tetap menjalankan apa yang ada dalam isi dua UU tersebut.

"Saya kira posisi pemerintah sudah disampaikan, selain saya juga ada Menteri Sekretaris Negara yang menyampaikan secara lugas di hadapan publik bahwa kita menghormati apa yang sedang berlangsung di DPR," kata Bahtiar.

Baca juga: Pernyataan Airlangga di Rapimnas, Ingin Pimpin Koalisi Besar hingga Tolak Revisi UU Pemilu

"Namun demikian pemerintah, tentu dengan berbagai pertimbangan mengambil keputusan bahwa sebaiknya kita tetap menjalankan UU 10 tahun 2016 yang memerintahkan Pilkada serentak 2024," sambungnya.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan, pemerintah sepakat dengan Komisi II DPR yang mengeluarkan RUU Pemilu dari daftar Prolegnas prioritas 2021.

Hal tersebut disampaikannya dalam rapat kerja bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (9/3/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com