JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai bahwa DPR melakukan fungsi pengawasan ala kadarnya selama Masa Sidang III Tahun Sidang 2020/2021 atau 11 Januari-7 Maret 2021.
Padahal, sebagaimana bunyi peraturan perundang-undangan, DPR punya fungsi strategis untuk mengawasi pelaksanaan UU, APBN, hingga kebijakan pemerintah.
"Pengawasan yang dilaksanakan DPR selama MS (Masa Sidang) III hanyalah dilakukan secara ala kadarnya alias tidak tajam dan tidak menggigit," kata Direktur Eksekutif Formappi I Made Leo Wiratma dalam diskusi virtual, Minggu (7/3/2021).
"Sehingga rekomendasinya kurang/tidak diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap K/L (kementerian/lembaga) mitra kerja masing-masing komisi," ujar dia.
Baca juga: Jokowi Serukan Cintai Produk Dalam Negeri, Pimpinan DPR Minta Pemerintah Dukung UMKM
Berdasarkan catatan Formappi, selama masa sidang ke-III DPR paling banyak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, utamnya yang terkait penyusunan aturan turunan UU tersebut.
Namun, DPR gagal mengakomodasi aspirasi rakyat khususnya yang berkaitan dengan aturan turunan terkait buruh dan tenaga kerja.
Aturan turunan tersebut sempat mendapat penolakan dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) lantaran dinilai memperberat kondisi buruh selama pandemi Covid-19. Tetapi, pada akhirnya aturan ini tetap berlaku juga.
"Dengan adanya permintaan dari KSPSI itu maka dapat disimpulkan bahwa Komisi IX gagal memperjuangkan aspirasi dan kepentingan tenaga kerja kepada pemerintah," ujar Made.
Baca juga: Menilik Aturan Turunan UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan yang Dinilai KSPI Rugikan Pekerja
Selain itu, Formappi mencatat, evaluasi terhadap realisasi serapan anggaran Tahun Anggaran (TA) 2020 oleh kementerian/lembaga tidak dilakukan oleh semua komisi.
Dari 11 komisi di DPR, 3 komisi yakni Komisi II, IX, dan XI tidak melakukan evaluasi serap anggaran kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerja mereka.
Selain itu, Komisi DPR yang melakukan evaluasi dinilai tidak kritis terhadap rendahnya serap anggaran TA 2020 oleh kementerian/lembaga tertentu dan justru memberi apresiasi.
"Hal itu misalnya serap anggaran oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam), yang hanya mencapai 77,04 persen, dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BP Sabang) yang hanya mencapai 65,12 persen," kata Made.
Catatan ketiga, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR dinilai tak serius menjalankan tugasnya. Padahal, mereka bertugas melakukan telaah atas temuan-temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) terhadap Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga Negara non Kementerian (LKKL) yang sudah dilaporkan ke DPR.
BAKN justru lebih banyak melakukan kunjungan kerja untuk memantau realisasi subsidi energi, misalnya ke Banten, Cilegon, Cirebon, dan Sumedang.
"Memusatkan kegiatan BAKN yang hanya menyangkut subsidi energi menunjukkan bahwa BAKN gagap tugas. Sebab temuan-temuan BPK di luar masalah subsidi energi yang menimbulkan kerugian negara triliunan rupiah justru luput dari penelaahan oleh BAKN, karena itu badan ini layak dibubarkan," ucap Made.
Baca juga: Mutasi Corona Ditemukan di Indonesia, Anggota DPR: Jangan Ulangi Kesalahan di Awal Pandemi
Catatan keempat, DPR tak mengambil sikap tegas atas rekomendasi berulang yang mereka berikan terhadap kementerian/lembaga.
Padahal, DPR dapat menggunakan “kesaktian” hak-hak konstitusional mereka seperti hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat untuk meminta kementerian/lembaga menjalankan rekomendasi mereka.
Tak hanya itu, Formappi menilai, dari sekian banyak tim bentukan DPR, selama masa sidang ketiga ini hanya tim penanganan bencana yang kinerjanya terlihat.
Namun, kinerja yang ditunjukkan hanya berupa pemberian bantuan kepada korban bencana di Sukabumi.
Baca juga: Puan Pastikan DPR Bersama Pemerintah Berkomitmen Percepat Penanganan Bencana
Sementara, tim pengawas dan tim pemantau atau tim-tim yang lain termasuk tim pengawas penanganan pandemi Covid-19 tidak ditemukan kegiatannya.
"Karena itu timwas maupun tim pemantau yang tidak jelas hasil kerjanya seyogianya dievaluasi atau dibubarkan saja," kata Made.
Catatan terakhir, Formappi menemukan bahwa uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon-calon pejabat publik tidak semuanya dilakukan secara kritis.
Selain itu, sebagian fit and proper test dilakukan secara tertutup sehingga dapat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan liar atau dugaan-dugaan negatif dari masyarakat.
"Untuk menghindarkan munculnya dugaan-dugaan negatif tersebut, seyogianya seluruh tahapan fit and proper test dilaksanakan secara terbuka," kata Made.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.