JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah membentuk tim untuk membahas penyusunan pedoman interpretasi atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pasalnya regulasi tersebut dinilai memuat sejumlah pasal yang multitafsir.
"Tim bertugas untuk membuat interpretasi yang lebih teknis dan memuat kriteria implementasi dari pasal-pasal yang dianggap pasal karet," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam keterangan pers melalui video, Jumat (19/2/2021) malam.
Baca juga: Pemerintah Bentuk Tim Pembahasan Rencana Revisi UU ITE
Menurut Mahfud, tim tersebut akan dipimpin oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.
Wacana penyusunan pedoman interpretasi ini sebelumnya diungkapkan oleh Johnny saat dikonfirmasi soal langkah pemerintah terkait revisi UU ITE, Rabu (17/2/2021).
Johnny mengatakan, pembentukan pedoman interpretasi resmi terhadap UU ITE diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo. Pedoman tersebut dibuat agar implementasi pasal-pasal UU ITE berjalan adil dan tak multitafsir.
Dalam proses pembahasan, Kemenkominfo akan melibatkan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung.
Baca juga: Tak Satu Suara, Keseriusan Pemerintah soal Revisi UU ITE Diragukan
Di sisi lain, pemerintah juga membentuk tim untuk membahas rencana revisi UU ITE. Pasalnya, sejumlah pihak mendorong pemerintah dan DPR merevisi pasal-pasal yang dianggap mengancam demokrasi.
Menurut Mahfud, tim rencana revisi UU ITE akan mengundang pakar hukum, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), pakar, lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga kelompok gerakan pro-demokrasi.
"(Semua) akan didengar untuk mendiskusikan, benar tidak ini perlu revisi," kata Mahfud.
Tak menyelesaikan persoalan
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengkritik rencana penyusunan pedoman interpretasi atas UU ITE.
Menurut Erasmus, pemerintah seharusnya mencabut pasal-pasal karet, bukan membuat pedoman interpretasi.
"Pemerintah seharusnya mencabut seluruh pasal-pasal yang dinilai bermasalah dan rentan disalahgunakan akibat penafsiran yang terlalu luas," ujar Erasmus, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (18/2/2021).
Baca juga: ICJR: Revisi UU ITE Harus Menghilangkan Pasal Karet Bukan Membuat Pedoman Interpretasi
Erasmus berpandangan, pemerintah akan sulit untuk menentukan standar interpretasi terhadap tindak pidana yang terkait ekspresi dalam UU ITE.