Budi menjelaskan, saat ini kebutuhan vaksin untuk 181 juta penduduk Indonesia sebesar 426 juta dosis.
Sementara itu, pemerintah sudah mampu mengamankan sebanyak 325 juta dosis vaksin.
Kemudian, pemerintah juga memiliki opsi pengadaan vaksin sebesar 300 juta dosis vaksin.
"Jadi kita sudah punya secure production facility yang (sekitar) 600 juta dosis. Kenapa ada opsi? Karena salah satu sumber kita itu multilateral dari GAVI," ungkap Budi.
GAVI merupakan kemitraan kesehatan global publik dan swasta yang bertujuan meningkatkan akses imunisasi di negara-negara miskin. GAVI terafiliasi dengan WHO.
Menurut Budi, opsi pengadaan vaksin dengan GAVI bersifat gratis. Namun, kuota yang disediakan belum pasti.
"Jadi antara 18 juta dosis sampai 100 juta dosis," ujar Budi.
Apabila distrbusi dari GAVI mampu menyediakan sekitar 100 juta dosis, maka sisa kuota untuk kebutuhan vaksin Covid-19 sudah terpenuhi.
Namun, apabila ketersediaan dari GAVI tidak sampai 100 ribu dosis, pemerintah akan mengupayakan tambahan dari proses pembelian kerja sama bilateral dengan sejumlah produsen vaksin di dunia.
Di tengah kekhwatiran tak meratanya distribusi vaksin, Pemerintah Indonesia justru membuka peluang vaksinasi Covid-19 secara mandiri.
Wacana tentang vaksinasi mandiri diungkapkan BUdi pada saat rapat dengar pendapat di DPR beberapa waktu lalu.
Dalam kesempatan itu, Budi juga sempat mengatakan, pemerintah akan membuka opsi vaksinasi Covid-19 secara mandiri oleh perusahaan kepada karyawannya.
Perusahaan akan diizinkan membeli vaksin sendiri dengan produsen vaksin Covid-19. Syaratnya, vaksin tersebut harus sesuai dengan yang diiizinkan WHO.
Baca juga: Regulasi Vaksin Mandiri Sedang Disiapkan, Airlangga: Akan Diberikan Gratis kepada Karyawan
Data penerima vaksin juga harus dilaporkan kepada pemerintah sehingga tidak ada tumpang tindih vaksinasi.
Penggagas koalisi LaporCovid-19 Irma Hidayana mengatakan, penyelenggaraan vaksinasi mandiri akan menimbulkan rasa ketidakadilan bagi masyarakat.