China yang dulu dianggap “momok” kini telah resmi menjadi “mitra strategis dan komprehensif” Indonesia. Ini berarti, baik Jakarta maupun Beijing sama-sama mengakui bahwa hubungan mereka merupakan hubungan yang “khusus” dan bernilai strategis.
Diplomat Indonesia dan diplomat China kini terbiasa bekerja sama dengan intensif baik secara bilateral, regional (ASEAN), plurilateral (G-20), maupun multilateral (PBB).
Pos Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing juga menjadi salah satu penempatan terpenting bagi Indonesia.
Perubahan besar keempat adalah pesatnya pertumbuhan hubungan bilateral Indonesia-China.
Saya dapat mengatakan bahwa dalam 15 tahun terakhir dan terutama dalam 5 tahun terakhir, negara yang paling melejit hubungannya dengan Indonesia adalah China.
Kalau pada 1987—tahun ketika hubungan diplomatik kembali cair—hubungan ekonomi Indonesia China praktis nol, China kini telah menjadi pasar ekspor terbesar bagi Indonesia dan investor ketiga terbesar.
Turis mancanegara terbesar di Indonesia bukan lagi dari Jepang, Australia atau AS,melainkan China (dan Malaysia).
Produk buatan China, seperti Oppo, Vivo,Xiaomi, dan Huawei, banyak digandrungi konsumen Tanah Air. Mahasiswa Indonesia yang belajar di China juga lebih banyak jumlahnya dibandingkan di AS.
Sementara itu, China sendiri rajin mengirim sinyal bahwa Indonesia menempati posisi penting bagi diplomasi mereka. Presiden Xi Jinping mengumumkan kebijakan “One Belt, One Road” sewaktu berkunjung ke Indonesia pada 2013.
Presiden Xi Jinping juga mengumumkan pembentukan Asia Infrastructure Investment Bank (AIIB) di Indonesia. Ini menandakan bahwa Beijing memandang Indonesia sebagai negara yang berpengaruh di kawasan.
Perubahan kelima adalah timbulnya tingkat kepercayaan Indonesia (trust) yang lebih tinggi terhadap China dibandingkan sebelumnya. Walaupun perbedaan tetap ada, misalnya mengenai konsep Indo-Pasifik, semakin banyak kebijakan, posisi, dan kepentingan Indonesia-China yang menjadi aligned (satutujuan).
Hal itu tercermin dalam isu seperti sentralitas ASEAN, Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), multilateralisme, perubahan iklim, akses yang adil terhadap vaksin Covid-19, dan lain sebagainya.
Memang, masalah trust ini masih belum sempurna dan hubungan Jakarta-Beijing masih diwarnai tarik-menarik dalam sejumlah masalah. Namun, pada hakikatnya, “comfort level” Pemerintah Indonesia terhadap China semakin besar dan sikap ini tumbuh secara otomatis akibat ruang kerja sama yang semakin padat.
Dalam masa kritis Covid-19, misalnya, China menjadi negara pertama yang menawarkan kerja sama vaksin untuk Indonesia. Bagi Indonesia yang sedang dirundung krisis kesehatan dan ekonomi, ini tentu merupakan tawaran yang sangat berarti.
Selain itu, dalam suasana internasional yang semakin marak dengan intervensi politik, Pemerintah Indonesia juga meyakini bahwa Beijing tidak berminat melakukan kebijakan yang intrusif atau intervensionis terhadap politik dalam negeri di Indonesia.