Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Komisi III DPR: Apakah Pembubaran FPI Sudah Sesuai UU Ormas?

Kompas.com - 30/12/2020, 15:00 WIB
Tsarina Maharani,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Habiburokhman sepakat bahwa organisasi yang menjadi wadah munculnya bibit radikalisme dan intoleransi tidak boleh ada di Tanah Air.

Hal itu disampaikan Habiburokhman terkait keputusan pemerintah melarang dan membubarkan Front Pembela Islam (FPI). Di lain sisi, dia mempertanyakan apakah pembubaran FPI sudah sesuai dengan UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat.

"Kami sepakat dengan semangat pemerintah agar jangan ada organisasi yang dijadikan wadah bangkitnya radikalisme dan intoleransi. Namun, setiap keputusan hukum harus dilakukan dengan memenuhi ketentuan hukum yang berlaku," katanya saat dihubungi, Rabu (30/12/2020).

Baca juga: Naskah Lengkap SKB Pembubaran FPI

Menurut Habiburokhman, Pasal 61 UU Ormas menyatakan sanksi administratif berupa penghentian kegiatan dan/atau pencabutan surat keterangan terdaftar harus didahului dengan peringatan tertulis.

Surat peringatan itu diberikan satu kali dengan jangka waktu untuk meresponsnya selama tujuh hari kerja. Jika peringatan tertulis tak dipatuhi, sanksi administratif baru kemudian dapat diberlakukan.

"Apakah Pembubaran FPI ini sudah dilakukan sesuai mekanisme UU Ormas, khususnya Pasal 61 yang harus melalui proses peringatan tertulis, penghentian kegiatan, dan pencabutan status badan hukum," ujar Habiburokhman.

Selain itu, dia mengatakan juga perlu ada pembuktian terhadap catatan pemerintah yang menyebut ada sejumlah anggota FPI terlibat tindak pidana terorisme.

Baca juga: Pemerintah Bubarkan FPI, Kuasa Hukum Lapor ke Rizieq

Habiburokhman berpendapat hal tersebut tidak serta merta bisa menjadi legitimasi pemerintah membubarkan FPI.

"Misalnya, apakah sudah dipastikan bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan mengatasnamakan FPI. Sebab jika hanya oknum yang melakukannya, tidak bisa serta-merta dijadikan legitimasi pembubaran FPI," katanya.

Diberitakan, pemerintah resmi membubarkan dan menghentikan segala aktivitas FPI sebagai organisasi masyarakat maupun organisasi pada umumnya. Keputusan pembubaran FPI ini disetujui oleh enam pejabat tinggi di kementerian maupun lembaga negara.

"Pelanggaran kegiatan FPI ini dituangkan di dalam keputusan bersama enam pejabat tertinggi di kementerian dan lembaga," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dikutip dari Kompas TV, Rabu (30/12/2020).

Baca juga: 6 Alasan Pemerintah Bubarkan dan Larang Kegiatan FPI...

Adapun keenam pejabat tersebut adalah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.

Kemudian, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafly Amar.

Keenamnya menuangkan Surat Keputusan Bersama Nomor 220/4780 Tahun 2020, Nomor M.HH/14.HH05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII Tahun 2020, dan Nomor 320 Tahun 2020 tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com