JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah telah mengamankan 3 juta dosis stok vaksin Covid-19 siap pakai dari Sinovac. Sebanyak 1,2 juta dosis stok vaksin Covid-19 buatan Sinovac telah tiba di Tanah Air sejak 6 Desember.
Sisanya sebanyak 1,8 juta dosis vaksin siap pakai akan tiba di Indonesia pada Januari 2021.
Selain itu, pada 2021, Sinovac juga akan mengirim 45 juta dosis bahan baku vaksin Covid-19 yang tiba secara bertahap selama dua gelombang.
Kendati demikian, vaksin dari Sinovac hingga kini belum diketahui tingkat efikasinya (kemanjuran). Padahal, tingkat efikasi merupakan unsur penentu bagi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mengeluarkan izin edar darurat suatu vaksin atau obat.
Baca juga: Efektivitas Vaksin Covid-19 Sinovac Belum Diketahui, Bahayakah jika Dilanjutkan?
Juru bicara vaksinasi Covid-19 dari BPOM Lucia Rizka menyatakan, tingkat efikasi vaksin buatan Sinovac belum diketahui lantaran proses uji klinis tahap ketiga belum selesai.
Oleh karena itu, BPOM masih menunggu hasil analisis data efikasi vaksin buatan Sinovac.
Barulah setelah itu kajian menyeluruh untuk menerbitkan izin edar darurat vaksin Covid-19 buatan Sinovac bisa dimulai.
“BPOM memberikan persetujuan dengan harus berdasarkan data keamanan dan efikasi vaksin yang diperoleh dari uji klinik. Selain data keamanan dan efikasi, diperlukan data mutu vaksin yang diperoleh dari penjaminan mutu produk dan proses produksi,” kata Lucia saat dihubungi, Selasa (15/12/2020).
Dilematis
Langkah pemerintah membeli vaksin Covid-19 buatan Sinovac yang belum diketahui tingkat efikasinya tentu sangat berisiko. Pasalnya, belum tentu jutaan dosis vaksin yang telah didatangkan itu bisa digunakan.
Sebabnya, jika ternyata tingkat efikasinya rendah, vaksin tersebut tidak bisa digunakan lantaran tak cukup ampuh menstimulasi antibodi untuk menangkal virus corona.
Baca juga: 5 Hal Seputar Vaksin Sinovac yang Diketahui Sejauh Ini
Jika vaksin tersebut dipaksakan untuk disuntikkan ke masyarakat, hasilnya akan sia-sia karena masyarakat yang sudah diberikan vaksin tetap akan saling menulari.
Akibatnya, target herd imunity (imunitas kelompok) yang ditargetkan sebesar 70 persen dari populasi penduduk Indonesia tidak tercapai.
Padahal, syarat berakhirnya pandemi ialah tercapainya herd imunity sebesar 70 persen dengan penyuntikan vaksin sehingga penularan di dalam populasi bisa tehenti.
Pemerintah pun mengungkapkan tak mudah untuk memperoleh stok vaksin Covid-19 lantaran hampir semua negara di dunia berlomba-lomba mendapatkannya.
Hal itu disampaikan juru bicara vaksinasi Covid-19 sekaligus Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi IX: Pengadaan Vaksin Covid-19 Sinovac Cacat Prosedur
Nadia menyatakan, pemerintah tetap membeli vaksin dari Sinovac meskipun tingkat efikasinya belum jelas karena berbagai pertimbangan.
Ia menyadari tingkat efikasi menjadi pertimbangan utama dalam membeli vaksin dari produsen. Kendati demikian, diplomasi bilateral dalam upaya mengamankan stok vaksin Covid-19 juga memiliki peranan penting.
Nadia mengatakan, untuk saat ini baru Sinovac yang bisa memenuhi komitmen pengadaan vaksin Covid-19 untuk Indonesia. Di tengah perlombaan mengamankan stok vaksin, pemerintah yang lebih dulu menjalin kerja sama dengan Sinovac mau tak mau mendahulukan pemesanan vaksin dari perusahaan biofarmasi asal China itu.
Oleh karena itu, saat ini pemerintah mendahulukan kedatangan vaksin Covid-19 dari Sinovac ketimbang dari produsen lainnya yang memiliki tingkat efikasi tinggi seperti AstraZeneca (tingkat efikasi 70 persen), Pfizer (tingkat efikasi 90 persen), dan Moderna (tingkat efikasi 90 persen).
“Mendatangkan vaksin ke Indonesia merupakan juga bagian dari diplomasi bilateral ya. Jadi tergantung kapan komitmen penyedia untuk bisa mengirimkan vaksin ke Indonesia, dan komitmen yang diterima saat ini dapat dipenuhi Sinovac,” ujar Nadia.
Baca juga: 1,8 Juta Dosis Vaksin Sinovac Didistribusikan di Luar Jawa dan Bali
Pemerintah tak boleh gegabah
Adapun epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo memahami upaya yang dilakukan pemerintah menghadapi dilema tersebut.
Kendati demikian, ia mengingatkan pemerintah tak boleh gegabah dan harus mempertimbangkan risiko pembelian vaksin yang belum diketahui tingkat efikasinya.
Risiko yang dihadapi pemerintah adalah bisa saja nantinya tingkat efikasi dari vaksin Sinovac rendah dan tak cukup kuat untuk menangkal virus corona.
Windhu mengatakan, tingkat efikasi vaksin Sinovac akan keluar setidaknya pada Januari 2021, seiring dengan selesainya uji klinis tahap ketiga vaksin tersebut di China dan sejumlah negara lainnya.
Adapun tingkat efikasi vaksin Sinovac yang diujikan di Bandung, Jawa Barat, baru akan diketahui pada Maret 2021.
Baca juga: Biden Akan Disuntik Vaksin Covid-19 di Depan Umum
Ia mengatakan, pemerintah harus menyiapkan alternatif lain bila nantinya ternyata tingkat efikasi vaksin buatan Sinovac itu rendah. Sebab, pemerintah tidak bisa memaksakan penyuntikan vaksin yang tingkat efikasinya rendah kepada masyarakat.
Ia pun meyakini BPOM memiliki independensi yang tinggi untuk menentukan apakah vaksin buatan Sinovac itu layak mendapatkan izin edar darurat.
“Kalau tingkat efikasi rendah, kemudian keamanan rendah, tentu BPOM tak akan keluarkan izin edar darurat. Tetapi, ada kemungkinan itu akan tidak mendapatkan lampu hijau. Saya percaya BPOM memiliki independensi yang baik,” ujar Windhu.
“Itu tidak boleh dipaksakan digunakan karena melanggar etik. Obat dan vaksin yang tidak aman dan tidak manjur tidak bisa digunakan manusia,” lanjut dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.