Kedua, dampak negatif yang muncul dari berbayarnya vaksin Covid-19 ialah komersialisasi harga vaksin oleh rumah sakit, sebagaimana yang terjadi dalam tes usap (swab PCR) dan tes cepat (rapid test)
Adapun Anggota Komisi IX DPR Fraksi PAN Saleh Daulay menilai besarnya porsi vaksin berbayar dibandingkan dengan vaksin gratis membuka celah terjadinya komersialisasi vaksin di tengah pandemi.
Ia mengatakan dalam rapat terakhir antara Komisi IX dengan Menteri Kesehatan, potensi munculnya komersialisasi vaksin Covid-19 di sejumlah rumah sakit dan fasilitas kesehatan swasta lainnya juga dibahas.
Baca juga: Pemerintah Dinilai Mampu Gratiskan Vaksin Covid-19 untuk Seluruh Masyarakat
Saleh mengatakan, pemerintah menilai komersialisasi vaksin Covid-19 sulit terjadi lantaran pengadaan vaksin dilakukan hanya lewat satu pintu yakni perusahaan farmasi pelat merah, PT Bio Farma.
Nantinya anak-anak perusahaan Bio Farma yang akan membagi rata penjualan vaksin Covid-19 ke seluruh rumah sakit di Indonesia.
Kendati demikian, Saleh menilai tetap saja potensi komersialisasi vaksin Covid-19 bisa terjadi sehingga perlu dilakukan pengawasan yang ketat.
Baca juga: Pemerintah Akan Atur Harga Vaksin agar Tak Terlalu Mahal
Sebab, bisa saja setelah anak-anak perusahaan Bio Farma menjual sesuai harga yang disarankan, namun rumah sakit tetap mematok harga lebih tinggi dari yang telah ditentukan.
"Tetapi kita harus wanti-wanti juga kekhawatiran (komersialisasi) ini. Karena sama dengan swab. Pemerintah sudah buat aturan Rp 900.000. Tapi banyak yang matok harga di atasnya bahkan sampai Rp 4,5 juta," kata Saleh.
"Walau kasusnya beda tapi hal ini tetap harus diperhatikan dan diwanti-wanti," ucap Saleh.
Adapun saat ini sejumlah 1,2 juta dosis vaksin siap pakai dari Sinovac telah tiba di Indonesia.