KOMPAS.com – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transgmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan, pembangunan Desa Ramah Perempuan menjadi perhatiannya.
Sebab, dia menilai, perempuan termasuk menentukan arah pembangunan bangsa. Maka dari itu, dibutuhkan kebijakan yang memihak perempuan.
“Arah kebijakan ini untuk meningkatkan partisipasi perempuan, melindungi perempuan dan meningkatkan akses dalam ranah publik,” katanya dalam keterangan tertulisnya yang Kompas.com terima, Jumat (11/12/2020).
Gus Menteri turut mengajak pihak terkait mendirikan lembaga atau pos pengaduan kekerasan terhadap anak dan perempuan. Ini untuk meningkatkan pelayanan penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan.
Untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan, Menteri yang akrab disapa Gus Menteri ini mencontohkan beberapa program yang bisa jadi masukan.
Baca juga: Atasi Masalah Gender, Kemendes PDTT Bersama KemenPPPA Deklarasikan Desa Ramah Perempuan
Salah satunya adalah pemberdayaan ekonomi perempuan berbasis rumah tangga, bantuan permodalan dan pelatihan kewirausahaan mandiri, dan pembentukan serta pelatihan bagi kader desa tentang gender.
“Sedangkan untuk meningkatkan kebijakan desa yang responsif gender, bisa dilakukan dengan menyusun Peraturan Desa (Perdes) atau Surat Keputusan Kepala Desa (SK Kades) tentang pemberdayaan perempuan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Gus Menteri menjelaskan, untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dan perencanaan desa, caranya dengan memberikan ruang partisipasi perempuan dalam pemerintahan desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
“Berikan kuota untuk perempuan terlibat dalam musyarawah desa (musdes), penguatan lembaga perempuan, dan pelatihan kepemimpinan perempuan," katanya dalam pernyataan pers secara virtual, Rabu (11/11/2020).
“Fasilitasi dan berikan pendampingan kepada perempuan yang menjadi korban, yakni berupa perlindungan kekerasan dan sosialisasi tentang perlindungan kekerasan,” imbuhnya.
Gus Menteri menjelaskan, pembangunan Desa Ramah Perempuan didasari atas sejumlah fakta dan data terkait ketidaksetaraan gender.
Dia mencontohkan, proporsi perempuan yang biasa menggunakan telepon genggam cenderung lebih rendah daripada laki-laki.
“Ini artinya, jaringan komunikasi dan peluang memperoleh pengetahuan secara mandiri bagi perempuan lebih rendah daripada laki-laki,” ujar Gus Menteri.
Tak hanya itu, lanjutnya, proporsi jabatan manajer untuk perempuan cenderung jauh lebih rendah daripada laki-laki.
“Artinya, memang ada peningkatan posisi pekerjaan kelas menengah bagi perempuan. Namun proporsinya masih jauh lebih rendah daripada laki-laki,” ujarnya.
Baca juga: Menteri PPPA: Pandemi Perburuk Ketimpangan Gender, Perempuan Makin Rentan