Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Hakim MA Nilai Pemberian Mobil kepada Kalapas Sukamiskin Kedermawanan

Kompas.com - 10/12/2020, 12:33 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali yang diajukan terpidana kasus suap Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husein, Fahmi Darmawansyah.

Putusan itu menjadi sorotan karena dalam pertimbangannya, MA menilai pemberian mobil Mitsubishi Triton senilai Rp 427 juta dari Fahmi ke Wahid sebagai bentuk kedermawanan.

"Pemohon peninjauan kembali menyetujuinya untuk membelikan mobil tersebut bukan karena adanya fasilitas yang diperoleh pemohon melainkan karena sifat kedermawanan pemohon," demikian bunyi pertimbangan putusan yang diunduh dari situs Direktori Putusan MA, Selasa (8/12/2020).

Kasus ini berawal ketika Fahmi mendekam di Lapas Sukamiskin setelah divonis bersalah dalam kasus dugaan suap terhadap pejabat Badan Keamanan Laut.

Baca juga: MA Sunat Hukuman karena Pemberian Mobil Dianggap Kedermawanan, Ini Respons KPK

Fahmi kemudian menyuap Wahid agar mendapat fasilitas mewah. Salah satu pemberian Fahmi adalah mobil Mitsubishi Triton.

Namun, majelis hakim PK menilai, pemberian mobil tersebut tidak dilandasi oleh niat jahat.

Menurut majelis hakim PK, hal itu sesuai dengan fakta persidangan berupa saksi Andri Rahmat, saksi Wahid Husein, dan keterangan Fahmi selaku terdakwa.

"Yang pada pokoknya bahwa pemberian mobil tersebut bukan dikehendaki (niat jahat) terpidana/pemohon untuk mempengaruhi Kepala Lapas agar dapat memperoleh fasilitas dalam lapas yang bertentangan dengan kewajiban Kepala Lapas," tulis majelis hakim PK dalam pertimbangan putusan.

Menurut majelis hakim PK, merujuk pada fakta persidangan, pemberian mobil berawal dari pembicaraan antara Andri dan Wahid di ruang kerjanya pada April 2018.

Saat itu, Wahid mengungkapkan ingin memiliki mobil tersebut dan keesokan harinya Andri menyampaikan kepada Fahmi bahwa Wahid meminta mobil Mitsubishi Triton.

Fahmi kemudian menyetujuinya dan membelikan mobil tersebut. Namun, seperti disebut di awal, majelis hakim PK menilai pemberin itu karena sifat kedermawanan Fahmi, bukan karena fasilitas yang diperoleh Fahmi.

Baca juga: MA Sunat Hukuman Fahmi Darmawansyah, Pemberian Mobil Dinilai karena Kedermawanan

Majelis hakim PK juga menilai, sejumlah pemberian lain kepada Wahid berupa uang servis mobil, uang menjami tamu lapas, tas merek Louis Vuitton untuk atasan Wahid, dan sepasang sepatu sandal merek Kenzo untuk istri Wahid yang seluruhnya bernilai Rp 39,5 juta tidak berkaitan dengan fasilitas yang diperoleh Fahmi yang bertentangan dengan kewajiban Wahid sebagai Kalapas Sukamiskin.

"Atau dengan kata lain tidak ada hubungan hukum antara pemberian sesuatu oleh Pemohon dengan kewajiban Kepala Lapas untuk berbuat, atau tidak berbuat yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya," tulis majelis hakim PK.

Dengan demikian, majelis hakim PK menilai nilai suap yang diberikan Fahmi relatif kecil dan menganggap vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Bandung kepada Fahmi tidak adil.

Oleh karena itu, majelis hakim PK pun menyunat hukuman Fahmi dari 3,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan menjadi 1,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Adapun majelis hakim yang menangani PK tersebut terdiri dari Salman Luthan selaku ketua majelis serta Abdul Latif dan Sofyan Sitompul selaku hakim-kahim anggota.

Respons KPK

Menanggapi putusan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai penggunaan terminologi kedermawanan dalam putusan itu telah mengaburkan makna dari sifat kedermawanan itu sendiri.

Baca juga: MA Diskon Hukuman Anas Urbaningrum, Daftar Koruptor yang Dapat Keringanan Tambah Panjang

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menegaskan, tindakan Fahmi memberikan hadiah kepada Wahid mestinya dinilai sebagai sebuah perbuatan tercela.

"Pemberian sesuatu kepada penyelenggara negara ataupun pegawai negeri karena kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki si penerima sedangkan si pemberi ada kepentingan dibaliknya tentu itu perbuatan tercela," kata Ali, Rabu (9/12/2020).

Dalam konteks penegakan hukum, kata Ali, perbuatan tersebut bahkan dapat masuk kategori suap atau setidaknya menjadi bagian dari gratifikasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com