Keenam orang itu adalah MJS, direktur PT TPAU berinisial WG, AIM, HS, seorang sekretaris di Kemensos berinisial SN, dan seorang pihak swasta berinisial SJY.
Sementara itu, dua orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap, yaitu AIM dan HS.
Tergantung KPK
Dalam penggunaan pasal hukuman mati ini, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai, hal itu tergantung langkah KPK.
Menurut Mahfud, penerapan pasal yang berlaku saat ini bisa saja mengalami perubahan dakwaan menjadi pasal hukuman mati.
Mengingat, penerapan pasal hukuman mati memiliki perangkat hukum yang jelas.
"Nanti terserah KPK, nanti kan terus berproses pendakwaan itu, nanti kita lihat. Tetapi jelas ada perangkat hukum, kalau dilakukan dalam keadaan tertentu," ujar Mahfud dalam program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Minggu (6/12/2020).
Baca juga: Mensos Tersangka Suap Bansos Covid-19, KPK Diminta Telusuri Keterlibatan Pihak Lain
Mahfud mengatakan, pasal hukuman mati bisa diterapkan apabila tindak pidana korupsi yang dilakukan benar-benar dilakukan dalam keadaan tertentu, sebagaimana frasa dalam Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 31 1999.
Menurut Mahfud, keadaan tertentu berdasar UU, misalnya negara dalam keadaan bahaya.
Kemudian, terjadi bencana alam nasional, hingga negara dalam keadaan krisis ekonomi dan krisis moneter.
Adapun dalam kasus yang menimpa Juliari, ia melakukan korupsi ketika status Covid-19 sebagai bencana non-alam, bukan bencana alam nasional.
Akan tetapi, ancaman hukum mati itu bisa tetap dikenakan, hal itu tergantung ahli dalam menafsirkan antara bencana non-alam dan bencana alam nasional.
"Bisa (berkembang jadi hukuman mati), tinggal mencari ahli apakah bencana alam nasional ini lebih kecil dibandingkan dengan bencana Covid-19 yang sudah ditetapkan juga oleh negara berdasarkan Perpres," kata dia.
"Kalau secara ilmiah itu bisa ditemukan, tentu tuntutan bisa dilakukan ke situ juga, dakwan dan tuntutannya," ucap Mahfud.
Baca juga: FOTO: Kenakan Rompi Oranye, Menteri Sosial Juliari Batubara Ditahan KPK
Tidak tepat