Apalagi, tambah Awi, seorang kiai adalah ulama yang ditokohkan dan diutamakan di agama Islam serta memiliki nilai religi yang tinggi.
Dalam kasus ini, polisi pun mengaku sudah melakukan verifikasi serta meminta keterangan ahli bahasa dan ahli ITE.
Baca juga: Ustaz Maaher Jadi Tersangka karena Twit Menghina Habib Luthfi bin Yahya
Maaher kemudian ditetapkan sebagai tersangka dugaan ujaran kebencian berdasarkan SARA.
"Kami duga terjadi penghinaan yang menjadikan delik yang kuat untuk menghasut dan menimbulkan perpecahan antargolongan dan kelompok masyarakat, inlah yang menjadi pertimbangan kepolisian," ungkap Awi.
Ancaman hukuman
Dalam kasus tersebut, Maheer diduga melanggar Pasal 45 ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ia terancam hukuman di atas lima tahun penjara.
"Dengan ancaman pidana penjara enam tahun dan/atau denda paling tinggi Rp 1 miliar," ungkap Awi.
Setelah ditangkap, Maaher dibawa ke Gedung Bareskrim untuk diperiksa lebih lanjut.
Baca juga: Penyidik Punya Waktu 1x24 Jam Tentukan Status Penahanan Ustaz Maaher
Polisi memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan apakah akan menahan Maaher atau tidak. Hingga kini, belum ada informasi lebih lanjut perihal penahanan Maaher.
Protes kuasa hukum
Kuasa hukum Maaher, Djudju Purwantoro, angkat bicara soal penangkapan kliennya tersebut yang dinilai telah melanggar prosedur dalam KUHAP.
Menurut Djudju, polisi belum pernah memanggil Maaher untuk dimintai keterangan sebelum ditangkap. Saat penangkapan pun, Maaher disebutkan tak mengetahui kasus apa yang menjeratnya.
"Ustaz Maaher juga tidak tertangkap tangan dalam suatu tindak pidana, belum pernah ada panggilan pemeriksaan pendahuluan, juga tidak memahami tentang kasus apa dia ditangkap,” ungkap Djudju ketika dihubungi Kompas.com, Kamis.
Menanggapi pernyataan kuasa hukum Maaher, polisi mengeklaim telah bekerja sesuai prosedur.
Polri pun mempersilakan pihak kuasa hukum mengajukan gugatan praperadilan apabila ingin menguji tindakan penyidik.
"Kalau mau diuji, silakan diuji ke pengadilan,” ucap Brigjen (Pol) Awi Setiyono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.