JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama Kemenkumham Heni Susila Wardoyo menegaskan, proses pemeriksaan permohonan e-Visa bagi warga negara subjek calling visa dilakukan sangat ketat.
Ia mengatakan, proses pemeriksaan akan melibatkan tim penilai dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu),Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Polri, Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia, dan Badan Narkotika Nasional.
"Tim akan rapat koordinasi untuk menilai apakah seseorang layak atau tidak untuk diberikan visa, jadi pemberian visa kepada warga negara dari subjek calling visa sangat teliti dan ketat, serta sangat mungkin untuk dilakukan penolakan" ujar Heni dalam keterangan rilis di Jakarta, Sabtu (28/11/2020).
Baca juga: Apa Itu Calling Visa?
Jelas Heni, proses ketat tersebut dikarenakan calling visa diperuntukkan bagi negara yang dinilai memiliki tingkat kerawanan tertentu.
Selain itu, Kemenkumham juga menegaskan, layanan eVisa bagi orang asing di negara subyek Calling Visa sudah berlaku sejak 2012.
Adapun pelayanan tersebut juga diperuntukkan hanya untuk negara tertentu.
"Negara Calling Visa adalah negara yang kondisi atau keadaan negaranya dinilai mempunyai tingkat kerawanan tertentu ditinjau dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan negara, dan aspek keimigrasian, " kata Heni.
Baca juga: Pemerintah Buka Kembali Layanan Calling Visa untuk 8 Negara
Menurut dia, ketentuan terkait negara calling visa ini pertama kali dituangkan dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM tahun 2012.
Isi keputusan tersebut, kata Heni, tertuang daftar 11 negara yang masuk dalam negara calling visa, termasuk Israel.
"Dalam Kepmen Tahun 2012, ada sebelas negara yang masuk dalam daftar negara calling visa, termasuk di dalamnya adalah Israel. Jadi ini sudah berlaku sejak tahun 2012. Kemudian pada tahun 2013, salah satu negara, yaitu Irak, dihapus dari daftar negara calling visa, menjadi negara dengan visa biasa,” paparnya.
Ia menjelaskan, dihapusnya Irak dari daftar negara calling visa karena saat itu terjadi peningkatan kerjasama dan hubungan yang lebih menguntungkan antara Indonesia dan Irak.
Sementara, negara-negara lain dinilai masih rawan. Oleh karena tingkat kerawanan tersebut, negara calling visa menjadi cluster terakhir yang diberikan relaksasi permohonan visa setelah pembatasan orang asing masuk wilayah Indonesia.
Baca juga: Per 1 Desember Israel dan Bahrain bisa Ajukan Permohonan Visa Kunjungan secara Online
Jelas Heni, alasan utama dibuka kembalinya pelayanan calling visa untuk mengakomodasi hak-hak kemanusiaan para pasangan kawin campur, baru kemudian untuk tujuan investasi, bisnis dan bekerja.
Hingga kini, pemerintah telah menetapkan ketentuan pemberian visa bagi negara yang termasuk dalam subjek negara calling visa di antaranya Afghanistan, Guinea, Israel, Korea Utara, Kamerun, Liberia, Nigeria dan Somalia.
Uji coba pembukaan kembali pelayanan eVisa bagi orang asing subyek calling visa, dimulai pada 23 November 2020.
Hingga 28 November 2020, permohonan yang masuk melalui website www.visa-online.imigrasi.go.id mayoritas adalah permohonan visa onshore, yaitu permohonan visa yang diajukan oleh penjamin bagi orang asing yang stranded di Indonesia dan tidak dapat kembali ke negaranya karena terimbas pandemi covid-19.
Baca juga: Australia Janji Lebih Banyak Partner Visa, tapi Masa Tunggunya Lama Sekali
“Sampai sekarang permohonan yang masuk sebanyak 17 permohonan dan 12 di antaranya adalah visa onshore, yaitu visa bagi mereka yang sudah berada di Indonesia dan stranded tidak dapat kembali ke negaranya karena terimbas covid-19. Mereka ini harus difasilitasi visa untuk memperpanjang izin tinggalnya sesuai Permenkumham 26 Tahun 2020,” jelasnya.
Heni menjelaskan, lima permohonan berupa visa offshore, yaitu visa yang diajukan oleh penjamin bagi orang asing yang berada di luar negeri, yaitu dari negara Afganishtan untuk penyatuan keluarga dan Nigeria yang mengajukan permohonan sebagai investor.
Selain itu, ia juga menekankan, sampai dengan saat ini tidak ada pengajuan dari warga negara Israel.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.