Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Apresiasi Penangkapan Menteri Edhy Prabowo, Minta KPK Tak Larut dalam Euforia

Kompas.com - 26/11/2020, 18:46 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengapresiasi kinerja penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo dalam operasi tangkap tangan (OTT).

Namun, peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, penangkapan Edhy tersebut bukan berarti kondisi KPK masih seperti sedia kala sebelum revisi UU KPK.

"Pada dasarnya ICW mengapresiasi kinerja dari penyidik KPK yang pada akhirnya dapat meringkus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Namun, proses hukum ini tidak begitu saja dapat diartikan bahwa kondisi KPK masih seperti sedia kala," kata Kurnia, Kamis (26/11/2020).

Baca juga: Edhy Prabowo Tersangka, Jokowi Dinilai Punya Momentum Reshuffle

Kurnia mengatakan, sejak berlakunya revisi UU KPK, penindakan KPK menurun drastis akibat proses penindakan yang melambat dengan adanya Dewan Pengawas.

Kurnia pun mengingatkan KPK untuk tidak larut dalam euforia penangkapan Edhy.

Sebab, KPK masih memiliki hutang untuk segera meringkus eks caleg PDI-P Harun Masiku yang telah buron sejak Januari 2020.

"Dalam konteks ini ICW pun mempertanyakan: kenapa aktor selevel Menteri dapat ditangkap KPK, sedangkan Harun Masiku tidak?" kata Kurnia.

Ia pun mengusulkan agar Satuan Tugas Harun Masiku digantikan oleh tim yang sukses menangkap Edhy serta eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan menantunya.

Baca juga: Kasus Edhy Prabowo dan Harapan pada KPK...

Seperti diketahui, KPK menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam operasi tangkap tangan, Rabu (25/11/2020) dini hari.

KPK kemudian menetapkan Edhy sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait izin ekspor bibit lobster.

Dalam kasus ini, Edhy diduga menerima uang hasil suap terkait izin ekspor bibit lobster senilai Rp 3,4 miliar dan 100.000 dollar AS melalui PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

PT Aero Citra Kargo diduga menerima uang dari beberapa perusahaan eksportir bibit lobster karena ekspor hanya dapat dilakukan melalui perusahaan tersebut dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.

Baca juga: Ada Kader PDI-P di Kasus Edhy Prabowo, Basarah: Sudah Tak Aktif, Tak Ada Kaitan dengan Partai

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, berdasarkan data, PT ACK dimiliki oleh Amri dan Ahmad Bahtiar. Namun diduga Amri dan Bahtiar merupakan nominee dari pihak Edhy Prabowo dan Yudi Surya Atmaja.

"Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya di tarik dan masuk ke rekening AMR (Amri) dan ABT (Ahmad Bahtiar) masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar," kata Nawawi, Rabu (25/11/2020).

Selain Edhy, KPK menetapkan enam tersangka lain dalam kasus ini yaitu staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misata, pengurus PT Aero Citra Kargo Siswadi, staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih, Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito, serta seorang pihak swasta bernama Amiril Mukminin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com