Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Nilai UU Pengadilan HAM Belum Efektif Beri Akses Keadilan

Kompas.com - 24/11/2020, 00:07 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tepat hari ini, Senin (23/11/2020), Undang-Undang (UU) Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) Nomor 26 Tahun 2020 genap berusia 20 tahun sejak resmi diberlakukan pada 23 November 2000.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) memberikan catatan dan penilaian dalam memaknai 20 tahun berlakunya UU tersebut.

Staf Divisi Advokasi Kontras Tioria Pretty menilai, UU Pengadilan HAM yang sudah berusia 20 tahun tersebut belum efektif memberikan akses terhadap keadilan bagi bangsa Indonesia.

"Ini bukan hanya kesimpulan, tapi juga pengalaman yang kita semua bisa saksikan kejadiannya saat ini," kata Tioria dalam Webinar "Melawan Impunitas: Catatan Kritis 20 Tahun UU Pengadilan HAM" Senin (23/11/2020).

Baca juga: 20 Tahun UU Pengadilan HAM, Kontras: Kejahatan Perang Perlu Masuk Pelanggaran HAM Berat

Berdasarkan pemaparannya, ada dua yang menjadi pokok permasalahan mengapa Kontras menilai UU tersebut belum efektif.

Pertama, mengenai minimnya political will.

Ia melihat hal ini sudah terjadi sejak awal pembentukan UU Pengadilan HAM di mana saat itu Indonesia tengah berupaya mencegah kasus Timor Timur tidak disidangkan melalui peradilan HAM.

Oleh sebab itu, ia menilai bahwa Indonesia akhirnya membuat UU Pengadilan HAM Nomor 26 Tahun 2000 tersebut.

"Isinya mayoritas adalah copy paste dari Statuta Roma, tapi ada beberapa hal yang tidak dimasukkan. Dan juga ada beberapa hal yang disesuaikan sehingga jadilah UU Nomor 26 Tahun 2000 itu," jelasnya.

Baca juga: Kontras Catat 12 Kasus Pelanggaran HAM Berat yang Belum Tuntas

Adapun pelanggaran HAM berat berdasarkan UU Pengadilan HAM meliputi Kejahatan Genosida, dan Kejahatan terhadap Kemanusiaan.

Berdasarkan Statuta Roma, ada empat jenis kejahatan yang termasuk ke dalam pelanggaran HAM berat. Namun, kata dia, Indonesia hanya mencantumkan dua jenis kejahatan di dalam UU Pengadilan HAM.

"Kalau kita lihat perbedaan, pelanggaran HAM berat berdasarkan Statuta Roma itu ada empat, kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. Sementara di UU Pengadilan HAM itu hanya dua yang dimasukkan yaitu kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan," jelasnya.

Hingga kini di Indonesia, kejahatan perang dan kejahatan agresi dianggap sebagai kejahatan biasa dan tidak masuk dalam yurisdiksi Pengadilan HAM.

"Karena dia tidak bisa dibawa ke pengadilan HAM, ya konteksnya dia dibawa ke dalam peradilan umum biasa," ucapnya.

Baca juga: UU Pengadilan HAM Dinilai Perlu Direvisi untuk Jamin Kepastian Hukum bagi Korban

Selain itu, ia melihat adanya mekanisme pembentukan pengadilan HAM yang sarat politik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com