Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Pengadilan HAM Dinilai Perlu Direvisi untuk Jamin Kepastian Hukum bagi Korban

Kompas.com - 24/08/2016, 18:00 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai pertimbangan majelis hakim dalam putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi Undang Undang Pengadilan HAM menjadi koreksi penting bagi badan legislatif sebagai badan pembuat undang-undang.

Meskipun menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya, namun MK berpendapat perlu adanya kelengkapan ketentuan dalam pasal 20 ayat (3) untuk memberikan kepastian hukum bagi korban pelanggaran HAM.

Permohonan pengujian UU Pengadilan HAM diajukan oleh Paian Siahaan, ayah dari Ucok Siahaan korban penghilangan paksa 1997/1998, dan Ruyati Darwin, ibu korban kerusuhan Mei 1998.

Dengan adanya pertimbangan tersebut, Wakil Koordinator bidang Advokasi Kontras Yati Andriyani mengatakan, badan legislatif harus segera merevisi pasal 20 UU Pengadilan HAM agar tidak mengurangi hak korban atas kepastian hukum.

"DPR RI dan Kementerian Hukum dan HAM selaku pembuat UU harus segera melengkapi ketentuan dalam pasal 20 UU Pengadilan HAM," ujar Yati saat memberikan keterangan di kantor Kontras, Kramat, Jakarta Pusat, Rabu (24/8/2016).

Yati menuturkan, frase dalam pasal 20 ayat 3 UU Pengadilan HAM dinilai kurang lengkap dan multitafsir, hingga mengakibatkan terjadinya bolak-balik berkas antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung.

Menurut dia, tidak terdapat ketentuan yang jelas terkait waktu dan berapa kali pengembalian berkas bisa dilakukan.

"Putusan MK juga memberikan koreksi bahwa pasal 20 UU Pengadilan harus lengkap, karena Negara harus berikan kepastian hukum korban pelanggaran HAM," kata Yati.

Dalam pertimbangan putusan, Majelis Hakim menyarankan pembentuk UU melengkapi ketentuan dalam pasal tersebut guna memberi jalan keluar terhadap tiga persoalan penting.

Yati menuturkan, Majelis Hakim melihat perlunya penyelesaian apabila terjadi perbedaan pendapat yang berlarut-larut antara penyelidik dan penyidik mengenai dugaan adanya pelanggaran berat HAM yang berat, khususnya kelengkapan hasil penyelidikan.

Kedua, mengenai penyelesaian apabila tenggang waktu 30 hari terlampaui dan penyelidik atau Komnas HAM tidak mampu melengkapi kekurangan hasil penyelidikannya.

Ketiga, MK juga memandang perlunya langkah-langkah hukum yang dapat ditempuh oleh warga negara bila merasa dirugikan oleh pengaturan pada pasal tersebut.

"Dengan adanya ketegasan pengaturan maka pada masa yang akan datang tidak ada warga negara yang mengalami ketidakpastian hukum sebagaimana yang dialami para Pemohon," tuturnya.

Selain itu Yati juga mengatakan bahwa selama ini tidak ada sanksi yang tegas kepada Komnas HAM dan Kejaksaan Agung atas bolak-baliknya berkas kasus pelanggaran HAM.

Dia menilai sanksi tersebut perlu dibuat untuk menjamin kedua lembaga negara itu memberikan kepastian hukum dengan menjalankan kewenangannya masing-masing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com