JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menyebut, aparat hukum dapat memberikan pendampingan pengadaan barang dan jasa kepada pejabat pemerintahan yang masih ragu dan punya kekhawatiran dalam proses ini.
Namun, ia mengingatkan agar pendampingan itu dilakukan dengan iktikad baik dan tak ada niatan korupsi.
Hal itu Jokowi sampaikan saat membuka rapat koordinasi nasional pengadaan barang/jasa, Rabu (18/11/2020) tahun 2020 yang digelar Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
"Jika masih ragu, saya juga sudah perintahkan pada Kepala BPKP, Kepala LKPP, Jaksa Agung, Kapolri untuk memberikan pendampingan-pendampingan dengan proteksi seperti itu," kata Jokowi melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Rabu.
Baca juga: LKPP: Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa Peringkat 2 di KPK
"Seharusnya kita para pejabat yang telah diberikan amanah berani mengambil risiko untuk kepentingan rakyat, untuk kepentingan masyarakat, sepanjang dilakukan dengan iktikad baik, tidak ada mens rea (niat jahat) korupsi, tidak ada niat untuk korupsi," tuturnya.
Jokowi menyadari bahwa masih ada kekhawatiran aparat pemerintahan dalam proses pengadaan barang dan jasa.
Padahal, payung hukum terkait proses ini sudah jelas, mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, hingga peraturan menteri.
"Bahkan, Kepala LKPP sudah menyiapkan aturan yang dibutuhkan dalam pengadaan barang dan jasa pada situasi darurat," ujarnya.
Baca juga: Jokowi Sentil Kementerian, Lembaga, dan Pemda yang Lambat Serap Anggaran Belanja
Untuk mengatasi hal itu, aparat pengawasan internal diminta menjadi solusi percepatan.
Jangan sebaliknya, menjadi bagian dari masalah dengan memperpanjang proses dan membuat pengadaan barang dan jasa terhambat, sulit atau berbelit-belit.
Selain itu, aparat hukum juga diminta untuk tidak hanya melakukan pendampingan, tetapi juga mencegah terjadinya masalah.
Aparat diminta proaktif dan tidak membiarkan pejabat pemerintah "terperosok" dalam proses ini.
Namun, jika ada pejabat yang sejak awal sudah punya niatan buruk, Jokowi menyebut harus ada tindakan tegas.
Baca juga: KPK: 80 Persen Kasus Korupsi yang Libatkan Kepala Daerah Terjadi di Sektor Barang dan Jasa
"Kalau ada potensi masalah segera diingatkan, jangan sampai pejabat dan aparat pemerintah dibiarkan terperosok, setelah terperosok baru diberitahu," kata Jokowi.
"Tapi kalau sudah ada niatan, sudah mens rea, maka saya juga minta tidak ada kompromi, ditindak dengan setegas-tegasnya," tandasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti rendahnya realisasi anggaran belanja dalam pagu APBN.
Padahal, tahun anggaran 2020 tinggal menyisakan satu bulan lagi.
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) melaporkan, realisasi belanja pengadaan barang dan jasa negara hingga November 2020 belum mencapai 50 persen, dari total nilai Rencana Umum Pengadaan (RUP) sebesar Rp 853,8 triliun.
Baca juga: KPK Sebut 70 Persen Kasus Korupsi Terkait Pengadaan Barang dan Jasa
Jokowi menilai, lambatnya belanja pengadaan barang dan jasa diakibatkan masih banyaknya kementerian, lembaga, atau pemerintah daerah yang melakukan proses pengadaan secara biasa-biasa saja di tengah pandemi Covid-19.
"Banyak kementerian, banyak lembaga, banyak pemerintah daerah yang masih bekerja dengan cara-cara lama, rutinitas. Bahkan dalam situasi krisis dan kondisi darurat seperti ini masih bekerja dalam channel yang ordinary," tutur Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tahun 2020, Rabu (18/11/2020).
"Akibatnya realisasi belanja yang sudah dianggarkan baik di APBN maupun APBD terlambat," tambah dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.