Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi Ajukan Uji Formil dan Materiil UU MK

Kompas.com - 03/11/2020, 19:26 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi mengajukan judicial review atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kami mengajukan permohonan pengujian formil dan juga materil terhadap Undang-Undang perubahan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi," kata peneliti KoDe Inisiatif, salah satu anggota koalisi, dalam konferensi pers, Selasa (3/11/2020).

Baca juga: Permohonan Uji Materi UU MK Bertambah, Pemohon Persoalkan Hakim yang Belum Berusia 55 Tahun

Koalisi menilai, penyusunan UU Mahkamah Konstitusi cacat formil karena proses pembentukan yang terburu-buru, yakni dalam waktu 3 hari serta dilakukan secara tertutup di tengah pandemi Covid-19.

Menurut Koalisi, ada enam permasalahan formil yang serius dalam pembentukan UU MK.

Pertama, proses pembahasan dilakukan secara tertutup, tidak melibatkan publik, tergesa-gesa, serta tidak memperlihatkan sense of crisis pandemi Covid-19.

Kedua, pembentuk undang-undang melakukan penyelundupan hukum dengan dalih menindaklanjuti putusan MK. Ketiga, RUU MK tidak memenuhi syarat carry over.

Keempat, pembentuk UU melanggar asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yakni kejelasan tujuan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, dan keterbukaan.

Kelima, naskah akademik RUU MK dinilai hanya formalitas.

Baca juga: Pasal Tentang Syarat Usia dan Masa Jabatan Hakim dalam UU MK Digugat

 

Keenam, RUU MK berdasar pada undang-undang yang invalid, yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang MK. Undang-undang tersebut telah dibatalkan MK pada 2014 lalu.

Selain itu, Koalisi menilai pengabaian prinsip-prinsip demokrasi dalam proses pembentukan UU MK menghasilkan materi muatan yang jauh dari penguatan kelembagaan dan kewenangan MK.

Koalisi mengajukan uji materiil yang berkaitan dengan lima hal.

Pertama, meminta pendaftaran dan pencalonan hakim konstitusi harus terbuka seluas-luasnya untuk semua negarawan, tidak terbatas pada latar belakang profesi hukumnya.

Kedua, meminta MK menafsirkan sistem rekrutmen hakim konstitusi untuk berlaku secara seragam dan dengan standar yang sama pada setiap lembaga pengusul yakni DPR, Mahkamah Agung, dan Presiden.

Ketiga, usia minimal hakim Konstitusi harus dikembalikan ke usia yang lebih muda (47 tahun) agar terdapat regenerasi dan membuka peluang yang lebih luas.

Baca juga: Polemik Penghapusan Ayat dalam Pasal 59 UU MK, Ini Penjelasan Anggota Komisi III DPR

Keempat, putusan MK harus dianggap sebagai sumber hukum dan aktor yang harus menindaklanjuti perlu diperluas, tidak hannya DPR dan Pemerintah, tetapi juga setiap lembaga negara dan pihak-pihak terkait.

Kelima, perpanjangan masa jabatan wajib berlaku untuk hakim konstitusi yang menjabat pada periode selanjutnya untuk menghindari konflik kepentingan dan menghindari upaya penundukkan MK.

Violla mengatakan, revisi UU MK tidak hanya berdampak pada hakim konstitusi dan lembaga MK, melainkan juga bagi kepentingan masyarakat dan tegaknya nilai-nilai konstitusi.

"Ini adalah tentang warga negara yang membutuhkan suatu peradilan, suatu kekuasaan yang independen dan imparsial, untuk melindungi hak konstitusional mereka dan juga untuk menegakkan nilai-nilai konstitusi," ujar Violla.

Baca juga: Revisi UU MK Hapus Ketentuan Tindak Lanjut Putusan, Begini Kata Pakar Hukum

Adapun para pemohon judicial review adalah Violla Reininda (Peneliti KoDe Inisiatif), M Ihsan Maulana (Peneliti KoDe Inisiatif), Rahmah Mutiara (Peneliti KoDe Inisiatif), Korneles Materay (Peneliti Bung Hatta Anti-Corruption Award), Beni Kurnia Illahi (Dosen Fakultas Hukum Universitas Bengkulu), Giri Ahmad (Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera), dan Putra Perdana (Dosen Fakultas Hukum Universitas Bengkulu).

Sementara, Koalisi Selamatkan MK terdiri atas sejumlah organisasi yakni Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif, Indonesia Corruption Watch (ICW), Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan.

Kemudian, Pilnet Indonesia, dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Puskapa, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, IJRS, ICJR, LBH Masyarakat, LBH Jakarta, KontraS, ELSAM, ICEL, Imparsial, dan LBH Apik Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com