Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Tunjukkan Kualitas Demokrasi Indonesia Menurun, Pemerintah Diminta Evaluasi

Kompas.com - 26/10/2020, 17:11 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Kualitas demokrasi Indonesia disorot. Sejumlah kritik yang disampaikan masyarakat kepada pemerintah, baik secara langsung dengan cara turun ke jalan maupun melalui media sosial, kerap ditindak oleh aparat keamanan. Kondisi ini menjadi peringatan bagi pemerintah untuk membenahi kualitas demokrasi yang berjalan.

Survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia (IPI) menunjukkan, hanyak 17,7 persen responden yang merasa kualitas Indonesia menjadi lebih baik. Sedangkan, 36 persen merasa saat ini Indonesia kurang demokratis dan 37 persen responden menganggap keadaan demokrasi Indonesia tak mengalami perubahan.

Baca juga: Survei IPI: Mayoritas Setuju Aparat Semena-mena terhadap yang Berseberangan secara Politik

Survei yang dilakukan pada medio 24 hingga 30 September 2020 itu juga menyatakan bahwa mayoritas publik kian takut dalam menyampaikan pendapat. Hal itu ditunjukkan dengan 21,9 persen responden bahwa warga semakin takut menyampaikan pendapat dan 47,7 persen warga merasa agak setuju dengan pendapat itu.

Hanya 22 persen responden yang merasa kurang setuju dan 3,6 persen yang merasa tidak setuju sama sekali dengan pendapat itu.

Sementara itu, publik juga berpandangan bahwa aparat keamanan semakin sewenang-wenang terhadap warga yang memiliki pandangan politik berbeda dengan penguasa. Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 1.200 responden itu, 19,8 persen responden menyatakan setuju bahwa aparat semakin semena-mena.

Baca juga: Survei IPI: Mayoritas Anggap Indonesia Kurang Demokratis

Sedangkan, 37,9 persen responden menyatakan agak setuju. Adapun 31,8 persen responden menjawab kurang setuju dengan anggapan itu.

Untuk diketahui survei dilakukan dengan wawancara telepon dengan margin of error lebih kurang 2,9 persen dan tingkat kepercayaan survei sebesar 95 persen.

Evaluasi

Politisi Partai Nasdem Ahmad Sahroni mengatakan, penurunan tren demokrasi harus disikapi serius oleh pemerintah sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki kualitas demokrasi ke depan.

“Itu harus menjadi bahan introspeksi untuk pemerintah dan parlemen,” kata Sahroni dalam keterangan tertulis, Senin (26/10/2020), seperti dilansir dari Antara.

Meski demikian, ia mengatkan, perlu dilihat juga kapan survei dilakukan. Dilihat dari medio waktunya, survei dilaksanakan di tengah situasi pandemi. Sehingga, menurut dia, unjuk rasa dengan pengerahan massa sulit untuk dilakukan dengan alasan kesehatan.

“Tindakan represif aparat apabila didalami, juga karena banyak oknum (pengunjuk rasa) yang melakukan tindakan pengerusakan bahkan menyerang aparat,” imbuh Wakil Ketua Komisi III itu.

Baca juga: Survei IPI: 73,8 Persen Setuju Masyarakat Makin Sulit Berunjuk Rasa

Sementara itu, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Mardani Ali Sera menyatakan, turunnya tren demokrasi menjadi peringatan bagi pemerintah bahwa praktik demokrasi yang dijalankan sedang mengalami masalah.

“Tanpa perawatan dan keberanian menjaganya, demokrasi bisa mati. Karena matinya demokrasi selalu perlahan-lahan, tidak tiba-tiba,” kata Mardani kepada Kompas.com, Senin.

Pemerintah perlu membuka ruang diskusi yang luas kepada kelompok masyarakat yang memiliki perbedaan pendapat agar kualitas demokrasi membaik.

“(Jika tidak dilakukan) skenario terburuk kita bisa masuk ke kondisi demokrasi yang terpasung dengan pemerintah yang tidak tahan terhadap kritik,” kata anggota Komisi II DPR itu.

Baca juga: Survei IPI: 69,6 Persen Responden Setuju Publik Kian Takut Sampaikan Pendapat

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com