Sebelumnya, ia menjabat Kepala Biro Umum Sekretariat Utama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Keempat, Yulius Selvanus, yang merupakan eks anggota Tim Mawar. Ia kini menduduki jabatan Kepala Badan Instalasi Strategis Pertahanan Kemenhan.
Sebelumnya, Yulius menjabat Komandan Korem (Danrem) 181/Praja Vira Tama.
Merapatnya Dadang dan Yulius di Kemenhan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 166/TPA Tahun 2020 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Dari dan Dalam Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian Pertahanan yang ditandatangani Jokowi pada Rabu (23/9/2020).
Dengan keputusan tersebut, Presiden mengabulkan usulan Prabowo melalui dua surat kepada Presiden bernomor SR/479/M/VII/2020 pada 28 Juli 2020 dan SR/568/M/IX/2020 tanggal 7 September 2020.
Berdasarkan catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Dadang dan Yulius pernah divonis bersalah melalui persidangan di Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) II Jakarta atas operasi penculikan dan penghilangan paksa terhadap aktivis pada era Orde Baru.
Yulius Selvanus dihukum 20 bulan penjara dan dipecat dari dinas ABRI. Sementara itu, Dadang Hendrayudha dihukum 16 bulan penjara tanpa pemecatan.
Namun, dalam putusan tingkat banding, pemecatan terhadap Yulius Selvanus dianulir hakim, sehingga keduanya masih menjabat aktif sebagai anggota militer.
Kontras sempat berencana menggugat keputusan Presiden Jokowi yang mengabulkan permintaan Prabowo memutasi dua mantan anak buahnya di Kopassus ke Kemenhan itu.
Kontras menilai, keputusan Presiden bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU 30/2014.
Kendati demikian, Dadang dan Yulius sudah resmi berdinas di Kemenhan melalui serah terima jabatan (sertijab) yang dipimpin Prabowo pada Kamis (1/10/2020).
Ingkar janji
Keputusan Jokowi mengabulkan usulan Prabowo mendapat sorotan tajam.
Amnesty Internasional Indonesia menganggap merapatnya dua eks anggota Tim Mawar tersebut menegaskan bahwa Jokowi semakin ingkar janji terhadap upaya penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.
"Presiden Jokowi akan semakin dinilai melanggar janjinya, terutama dalam mengusut kasus penculikan aktivis dan penghilangan paksa serta pelanggaran HAM masa lalu di negara ini," kata Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman dalam keterangan tertulis, Jumat (25/9/2020).
Baca juga: Pengangkatan Eks Anggota Tim Mawar Dapat Digugat ke Pengadilan