Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setahun Jokowi-Ma'ruf dan Unjuk Rasa Menolak UU Cipta Kerja...

Kompas.com - 20/10/2020, 11:39 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi unjuk rasa mewarnai pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin yang pada Selasa (20/10/2020) ini, genap berusia satu tahun.

Aksi unjuk rasa yang rencananya digelar di depan Istana Kepresidenan Jakarta tersebut adalah dalam rangka menolak UU Cipta Kerja.

Koordinator Pusat Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Remy Hastian menyatakan, unjuk rasa akan berlangsung sekitar pukul 13.00 WIB. Rencananya, 5.000 mahasiswa akan meramaikan aksi tersebut.

"Aliansi BEM SI menyatakan, akan kembali turun aksi untuk mendesak Presiden RI segera mencabut UU Cipta Kerja dan kami tetap menyampaikan mosi tidak percaya ke pemerintah dan wakil rakyat yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat," kata Remy dalam keterangan tertulis, Senin (19/10/2020).

Baca juga: MUI Sebut Jokowi Tak Bisa Terbitkan Perppu Cipta Kerja, KASBI: Presiden Tak Perlu Gengsi

Unjuk rasa Selasa ini merupakan kelanjutan dari gelombang protes mahasiswa dan buruh yang berlangsung sejak 6 Oktober, sehari setelah UU Cipta Kerja disahkan oleh DPR pada rapat paripurna.

Mahasiswa dan buruh menuding pemerintah tidak berpihak kepada nasib pekerja di Indonesia sehingga menuntut dikeluarkannya Perppu atau membatalkan seluruhnya UU Cipta Kerja.

Mereka menilai, UU Cipta Kerja sarat dengan pasal-pasal yang merugikan pekerja misalnya ketidakjelasan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang berpotensi membuat pekerja dikontrak seumur hidup.

Penyebabnya, ketentuan jangka waktu maksimal PKWT selama tiga tahun yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dihapus oleh UU Cipta Kerja.

Beleid terbaru menyatakan bahwa jangka waktu PKWT akan diatur lewat Peraturan Pemerintah (PP).

Baca juga: Setahun Jokowi-Maruf, Pembangunan Infrastruktur Dikebut

Selain itu, ketentuan mengenai Upah Minimum Kota dan Kabupaten (UMK) dalam UU Cipta Kerja yang berbunyi gubernur dapat menentukan besaran UMK, membuat para buruh khawatir bisa jadi nantinya penetapan UMK tak dilakukan.

Sebabnya, pasal 88C UU Cipta Kerja tak mengandung kata wajib sehingga gubernur harus menentukan besaran UMK yang lebih tinggi daripada Upaha Minimum Provinsi (UMP). Hal itu dinilai akan mengurangi kesejahteraan pekerja.

BEM SI pun menyayangkan keputusan pemerintah yang justru menantang masyarakat untuk melakukan judicial review terhadap UU Cipta Kerja di saat pemerintah bisa melakukan tindakan untuk mencabut undang-undang tersebut.

Terlebih, lanjut Remy, sebelumnya Presiden Joko Widodo pernah meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendukung UU Cipta Kerja serta adanya revisi terhadap UU MK.

Menurut dia, hal itu memberikan kesan bahwa melakukan judicial review terhadap UU Cipta Kerja bukan merupakan cara yang efektif.

Baca juga: Setahun Jokowi-Maruf, Pemerintah Diminta Lebih Mendengar Suara Rakyat

"Belum lagi, berbagai tindakan represif dari aparat kepolisian pada massa aksi yang menolak UU Cipta Kerja serta berbagai upaya penyadapan terhadap para aktivis dan akademisi yang menolak UU Cipta Kerja," lanjut Remy.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com