JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin sudah genap satu tahun memimpin sejak dilantik pada 20 Oktober 2019 lalu.
Dalam setahun ini cukup banyak hal yang harus ditangani Jokowi-Ma'ruf, salah satunya pandemi virus corona (Covid-19).
Virus tersebut mulai dikabarkan ada di Indonesia pada 2 Maret 2020. Kala itu, Jokowi mengumumkan ada dua warga yang terjangkit Covid-19.
Baca juga: UPDATE: Tambah 3.373, Total Ada 365.240 Kasus Covid-19 di Indonesia
Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 hingga Senin (19/10/2020), sudah ada 365.240 orang yang terjangkit Covid-19.
Sebanyak 289.243 orang sudah dinyatakan sembuh dan 12.617 orang meninggal dunia akibat Covid-19.
Pemerintah pun mulai berbagai macam cara untuk mengatasi pandemi, mulai dari melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga berusaha untuk mendapatkan vaksin Covid-19.
Ada dua jalur untuk mendapatkan vaksin, pertama dengan menjalin kerja sama dengan perusahaan luar negeri. Kedua, mengembangkan vaksin dalam negeri yang disebut vaksin Merah Putih.
Menurut Jokowi, vaksin sangat penting untuk pemulihan masalah kesehatan dan ekonomi nasional.
Minta pengusaha kecil bersabar
Mengingat pandemi Covid-19 sangat mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia, ia meminta para pelaku usaha mikro untuk bertahan di tengah pandemi Covid-19 dan tidak menutup usahanya.
Sebab, ia menjanjikan tak lama lagi vaksin Covid-19 akan tersedia dan keadaan akan kembali normal.
Hal itu disampaikan Jokowi saat pemberian modal kerja kepada para pelaku usaha mikro di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Selasa (29/9/2020).
Baca juga: Jokowi Minta Pedagang Kecil Bertahan Sampai Vaksin Tersedia
"Kita harapkan setelah mulai divaksin, suntik vaksin, Insya Allah di tahun ini atau awal tahun depan, kondisi akan mulai membaik, normal" kata Jokowi.
"Nah, pada kondisi seperti itu jangan sampai bapak ibu kondisinya sudah tutup. Usahanya sudah tidak ada. Sulit membangunnya lagi, sulit. Oleh sebab itu saya minta kita semuanya bertahan," sambungnya.
Jokowi mengaku tahu persis sulitnya para pengusaha di masa pandemi Covid-19 ini.
Kesulitan tak hanya dialami oleh para pengusaha mikro kecil, namun juga menengah dan besar. Bahkan, negara juga mengalami defisit. Pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2020 terkontraksi minus 5,32 persen.
"Oleh sebab itu jangan mengeluh, jangan menyerah. Semua harus dengan semangat kerja yang tinggi," kata Jokowi.
Baca juga: Beri Bantuan Usaha Kecil, Jokowi: Jangan Dipakai untuk Hal Konsumtif
Guna membantu para pelaku usaha mikro yang terdampak pandemi, pemerintah pun memberikan bantuan modal Rp 2,4 juta.
Para pengusaha mikro yang hadir di Istana menerima langsung bantuan itu dalam bentuk tunai. Sementara jutaan pengusaha mikro lainnya juga mendapat bantuan tersebut dengan ditransfer langsung ke rekening.
"Kita harapkan dengan tambahan bantuan modal kerja ini, produk yang disajikan yang dijual bisa lebih banyak lagi," ujar Jokowi.
Pariwisata pulih setelah ada vaksin
Presiden Joko Widodo juga optimistis sektor pariwisata akan kembali pulih setelah vaksin Covid-19 disuntikkan ke masyarakat.
Hal itu disampaikan Jokowi saat menyerahkan Bantuan Modal Kerja (BMK) kepada para pedagang kecil di sela kunjungan kerjanya di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Kamis (1/10/2020).
"Kapan keadaan normal itu, pada saat kita mulai vaksinasi, sudah mulai disuntik vaksin, nah mulai keadaan menuju ke normal. Pariwisata hidup lagi, hotel-hotel penuh lagi," kata Jokowi lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Baca juga: Jokowi Sebut Pariwisata Akan Kembali Pulih Setelah Vaksin Disuntikkan
Ia pun meminta para pedagang yang berjualan di daerah potensial wisata seperti di Labuan Bajo tak menutup usahanya meskipun saat ini dalam kondisi sulit.
Mantan gubernur DKI Jakarta itu mengatakan, jika menutup usaha, akan sulit bagi pedagang untuk bangkit kembali setelah perekonomian mulai pulih.
Karena itu, Jokowi mengatakan, pemerintah akan membantu para pedagang kecil dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) agar tetap bertahan di masa pandemi dengan menyalurkan BMK.
"Semuanya sulit, semuanya tidak mudah. Negara besar, negara sedang, dan negara berkembang, negara kecil, semuanya terkena masalah yang sama. Tapi kita tidak boleh mengeluh, kita tidak boleh menyerah kita harus tetap semangat," kata Jokowi.
"Nanti toko-toko ibu akan mulai kedatangan pembeli sebanyak pada saat sebelum kita pandemi atau mungkin lebih baik," lanjut Presiden.
Bangun herd immunity
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah ingin membangun herd immunity apabila 70 persen penduduk Indonesia sudah divaksin.
Namun, Muhadjir menegaskan, herd immunity yang ia maksud bukan membiarkan orang lemah terjangkit virus dan mereka yang kuat akan bertahan, seperti yang selama ini ramai dibicarakan.
Ia mengatakan, konsep herd immunity adalah orang-orang yang sudah divaksin memiliki kekebalan terhadap virus corona sehingga bisa melindungi mereka yang tidak divaksin.
Baca juga: Menko PMK Sebut Ada Herd Immunity Setelah Vaksinasi, Ini Penjelasannya
Herd immunity merupakan upaya menghentikan laju penyebaran virus dengan cara membiarkan imunitas alami tubuh muncul sendiri dan virus reda dengan sendirinya.
"Herd immunity maksudnya kalau vaksin sudah diterapkan, otomatis nanti mereka akan menjadi sekawanan kekebalan. Jangan diartikan biarkan orang terjangkit agar banyak yang kena kemudian akan tumbuh kekebalan, imunitas. Tapi yang saya maksud adalah nanti akan terjadi herd immunity begitu vaksin diaplikasikan untuk seluruh atau sebagian masyarakat," jelas Muhadjir dalam sebuah talkshow di Instagram, Kamis (17/9/2020).
Muhadjir mengatakan, selama ini banyak yang memahami herd immunity sebagai pembiaran supaya Covid-19 menyerang banyak orang sehingga yang bertahan adalah mereka yang imunitasnya kuat.
Baca juga: Strategi Pemberian Vaksin Covid-19 di Indonesia, Target 70 Persen hingga Herd Immunity
Kemudian, akan ada seleksi alam yang membuat mereka yang rentan dan tak sehat akan meninggal dunia karena tak mampu bertahan melawan virus.
"Kita tidak memiliki landasan, baik moral maupun rasional, untuk kebijakan semacam itu. Bagi Indonesia, nyawa sangat mahal, satu harga tidak bisa digantikan," tegas Muhadjir.