Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ferdian Andi
Peneliti dan Dosen

Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) | Pengajar di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta

Mengembalikan UU Cipta Kerja dalam Diskursus Publik

Kompas.com - 19/10/2020, 09:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Di poin inilah, mengembalikan RUU Cipta Kerja ke dalam diskursus publik memiliki urgensi yang tak bisa ditawar. Percakapan warga negara dengan negara harus difasilitasi melalui forum formal pembahasan UU Cipta Kerja yang berada di parlemen.

Di titik inilah, pengujian UU Cipta Kerja melalui forum legislatif memiliki basis filosofis sekaligus yuridis dalam bentuk legislative review.

Secara teknis, UU Cipta Kerja yang diundangkan langsung diajukan draft perubahan di DPR untuk dilakukan upaya legislative review.

Aspirasi yang muncul dari warga negara atas keberadaan UU ini menjadi basis etik, politis sekaligus yuridis bagi DPR dan Presiden untuk melakukan langkah konstitusional ini.

Hal ini juga diatur dalam Pasal 23 ayat (1) dan (2) UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pengajuan rancangan undang-undangan dapat dilakukan di luar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) bila memenuhi dua kondisi yakni mengatasi keadaan luar biasa dan keadaan tertentu yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu RUU. Perubahan UU Cipta Kerja dapat dikategorikan memiliki urgensi nasional.

Upaya ini dilakukan untuk mengembalikan UU Cipta Kerja dalam ruang diskursus publik di mana suara, aspirasi sekaligus kritik warga negara diakomodasi di ruang Parlemen yang notabene merupakan rumah rakyat.

Langkah ini jauh lebih menemukan konteksnya daripada mendorong pengujian UU Cipta Kerja melalui mekanisme judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).

Kendati upaya tersebut konstiusional, namun hakikatnya menghilangkan percakapan warga negara dengan negara khususnya dalam perumusan norma-norma dalam undang-undang (UU).

Terlebih dengan posisi MK yang berperan sebagai negative legislator, tak banyak memberi ruang yang cukup bagi warga negara untuk menyampaikan gagasannya.

Proses judicial review di MK hanya akan melahirkan kontestasi argumentasi antara negara dan warga negara dengan menempatkan UU Cipta Kerja sebagai obyek pengujian terhadap undang-undang dasar (UUD).

Upaya ini secara simplistis hanya menyisakan putusan mahkamah yakni mengabulkan dan menolak. Padahal, yang disoal warga negara adalah mengenai partisipasi dan komunikasi dalam pembahasan RUU Cipta Kerja sehingga mengakibatkan lahirnya norma hukum yang dinilai mengabaikan aspirasi publik.

Tantangan demokrasi

Gelombang protes publik terhadap proses pembentukan dan substansi materi UU Cipta Kerja jika dicermati lebih jauh sebagai ujian atas praktik demokrasi di Indonesia.

Padahal, pemerintahan sejak era reformasi ini hakikatnya telah memiliki instrumen demokratik sebagai pedoman dalam pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance).

Namun, protes atas UU Cipta Kerja ini menjadi realitas yang tidak bisa diabaikan begitu saja oleh negara. Butuh sikap legawa negara untuk mendengar argumentasi, aspirasi bahkan kritik dari publik baik dari dimensi prosedur penyusunan maupun materi UU Cipta Kerja.

Langkah ini jauh produktif daripada bersilang kata mengenai tudingan informasi bohong yang menjadi basis pemrotes atas UU Cipta Kerja ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com