JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyebut, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus bekerja ekstra untuk mencegah terjadinya pelanggaran protokol kesehatan selama kampanye Pilkada 2020.
Hal ini disampaikan merespons masih adanya pelanggaran protokol kesehatan dalam kegiatan kampanye tatap muka di sejumlah daerah.
"Adanya kebolehan dalam melakukan metode kampanye pertemuan terbatas, kampanye tatap muka, maupun dialog menuntut Bawaslu harus mengoptimalkan kerja-kerja pencegahan pelanggarannya," kata Titi kepada Kompas.com, Senin (12/10/2020).
"Bawaslu kan selain melakukan penindakan atas pelanggaran juga bertanggung jawab dalam melakukan pencegahan," tuturnya.
Baca juga: 10 Hari Kampanye Pilkada, Bawaslu Temukan 237 Dugaan Pelanggaran Protokol Kesehatan
Titi mengatakan, bagaimanapun, pertemuan terbatas, kampanye tatap muka, dan dialog merupakan metode kampanye yang sah dilakukan di Pilkada 2020. Meski begitu, kampanye metode ini telah dibatasi dengan protokol kesehatan.
Menurut Titi, sebagai konsekuensi atas dibolehkannya kampanye tersebut, muncul potensi terjadinya pelanggaran protokol kesehatan.
Oleh karenanya, pengawas pemilu diharapkan bekerja lebih optimal, tidak hanya merilis data jumlah pelanggaran protokol kesehatan.
"Harapannya bukan sekadar merilis data, tapi juga menjelaskan pada publik, bagaimana kontribusi struktrur dan personel Bawaslu pada pencegahan terjadinya pelanggaran maupun proses hukum atas pelanggaran yang terjadi," ujar Titi.
Tak cukup sampai di situ, lanjut Titi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga dinilai perlu terus menggencarkan sosialisasi kampanye metode daring ke peserta Pilkada 2020.
Bahwa selain kampanye tatap muka, ada metode kampanye lain yang bisa dimanfaatkan peserta di masa pandemi, mulai dari pemasangan alat peraga kampanye hingga iklan di media sosial.
Titi pun menyarankan agar KPU memperpanjang masa iklan kampanye di media sosial, tak terbatas di 14 hari terakhir masa kampanye.
Menurut Titi, kegiatan kampanye tatap muka dapat berkurang jika calon kepala daerah diberi waktu yang lebih panjang untuk beriklan melalui media massa maupun media sosial.
"Mungkin kampanye tatap muka akan berkurang untuk dilakukan kalau ada ruag berkampanye melalui penayangan iklan kampanye di media massa cetak, media massa elektronik, media sosial, dan/atau media daring yang waktunya lebih panjang, misal, selama satu bulan," ujar Titi.
"Saya kira hal itu perlu dipertimbangkan oleh KPU RI sebagai strategi mengalihkan kampanye tatap muka ke metode kampanye yang lebih aman dan tidak berkerumun," lanjutnya.
Diberitakan, kampanye tatap muka masih menjadi metode yang paling banyak digunakan di Pilkada 2020.