JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi demonstrasi terjadi di berbagai daerah di Indonesia menyusul semakin menguatnya penolakan publik terhadap Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
Demonstrasi besar-besaran tersebut diawali dengan gelombang mogok kerja yang dilakukan buruh sejak Selasa (6/10/2020) hingga Kamis (8/10/2020).
Aksi buruh ini juga mendapat dukungan kuat dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa, petani, hingga pelajar yang sama-sama merangsek ke kantor-kantor pemerintahan di daerah masing-masing untuk menyampaikan protesnya.
Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Jumisih menyebutkan, menyatunya berbagai elemen masyarakat dalam menggelar protes menandakan bahwa mereka merasakan kekhawatiran yang sama atas lahirnya UU Cipta Kerja.
Baca juga: Shelter Transjakarta Tosari Dibakar Massa, Polisi Lepaskan Gas Air Mata
Dengan menguatnya gerakan menolak UU Cipta Kerja, itu pun menjadi peringatan bagi pemerintah dalam menentukan arah aturan sapu jagat tersebut.
"Gerakan ini semakin menguat, ini peringatan untuk pemerintah," ujar Jumisih kepada Kompas.com, Kamis (8/10/2020).
Jumisih menegaskan, peringatan tersebut bukan isapan jempol belaka.
Sebab, gelombang protes tidak hanya terjadi di Jakarta sebagai basis kekuasaan negara. Melainkan juga terjadi di hampir seluruh daerah.
Jumisih menyatakan, meluasnya aksi penolakan UU Cipta Kerja tak lepas dari semakin sadarnya masyarakat bahwa dalam waktu dekat akan ada instrumen hukum yang mengancam kehidupan mereka.
Baca juga: Selter Transjakarta di Dekat Bundaran HI Dibakar Massa
"Rakyat sadar bahwa ada hukum yang akan memengaruhi kehidupan mereka ke depan," kata dia.
"Jadi pada saat rakyat bergerak, itu adalah peringatan untuk pemerintah untuk lebih berhati-hati," lanjut Jumisih.
Namun, aksi unjuk rasa tersebut dinodai dengan tindakan anarkistis yang dilakukan oknum demonstran.
Mulai dari Jakarta, Tangerang, Bekasi, Medan, hingga Gorontalo terjadi bentrokan antara massa aksi dengan aparat keamanan.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah menyayangkan adanya aksi anarkistis yang melakukan penjarahan hingga perusakan fasilitas umum serta melukai petugas keamanan.
Ia menyatakan, tindakan tersebut sudah masuk dalam mategori suatu kegiatan kriminal karena sudah menciptakan situasi yang rusuh dan membikin masyarakat takut.
Untuk itu, Mahfud MD menegaskan, pemerintah akan bertindak tegas apabila masih terus terjadi tindakan tersebut.
"Demi ketertiban dan keamanan, maka pemerintah akan bersikap tegas atas aksi anarkis yang justru bertujuan untuk menciptakan kondisi rusuh dan ketakutan di dalam masyarakat," tegas Mahfud dalam konferensi pers yang ditayangkan Kompas TV, Kamis (8/10/2020) malam.
Mahfud menyatakan, pemerintah menghormati masyarakat yang menyampaikan aspirasi terkait UU Cipta Kerja sepanjang dilakukan dengan damai dan tidak mengganggu ketertiban umum.
Namun demikian, jika setelah menggelar unjuk rasa ternyata belum juga puas, Mahfud pun menyarankan masyarakat sebaiknya menempuh jalur konstitusional guna melawan UU Cipta Kerja.
Baca juga: Liput Demo Berujung Ricuh di DIY, 2 Pewarta Foto dan 1 Jurnalis TV Terluka
Jalur konstitusional yang dimaksud adalah judicial review atau uji materi terhadap UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Bisa diajukan melalui mekanisme judicial review atau uji materi maupun uji formal ke MK," kata Mahfud MD.
Di samping itu, Mahfud MD mengeklaim UU Cipta Kerja muncul berkat adanya keluhan masyarakat yang merasa mengalami kesulitan dalam membuka izin berusaha.
Atas dasar itu juga, kata Mahfud, pemerintah kemudian menggulirkan RUU Cipta Kerja dalam rangka menjalankan tugas untuk membangun fondasi kesejahteraan masyarakat.
"UU Cipta Kerja dibentuk justru untuk melaksanakan tugas pemerintah dalam membangun kesejahteraan masyarakat," kata Mahfud MD.
Baca juga: Menanti Suara Jokowi di Tengah Gelombang Penolakan UU Cipta Kerja...
Menurut Mahfud, pembangunan kesejahteraan masyarakat disiapkan dengan terbukanya lapangan pekerjaan yang semakin banyak.
Tak hanya itu, UU Cipta Kerja diklaimnya akan memberikan perlindungan terhadap buruh dan penyederhanaan birokrasi.
"Serta untuk melakukan pemberantasan korupsi dan pungli dan pencegahan tindak pidana korupsi lainnya," terang dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.