Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak UU Cipta Kerja, Ikatan Sarjana Kelautan Kirim Surat ke Jokowi

Kompas.com - 08/10/2020, 20:05 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo yang berisi penolakan terhadap Undang-undang (UU) Cipta Kerja.

Ketua Umum Iskindo Zulficar Mochtar menuturkan, UU Cipta Kerja berpotensi menciptakan resentralisasi kewenangan dalam pengelolaan sumber daya laut.

Resentralisasi itu berupa perizinan perikanan dan pengelolaan sumber daya pesisir yang ditarik ke pemerintah pusat. Hal ini menurut Zulficar merupakan upaya untuk melemahkan peran pemerintah daerah.

Baca juga: Akademisi: Untuk Siapa UU Cipta Kerja jika Rakyat Tidak Didengarkan?

 

"Dengan alasan pemberian kemudahan, hal itu sangat pro investor. Padahal pengelolaan pesisir dan perikanan selama ini mengusung prinsip desentralisasi dan mendekatkan pengelolaan kepada rakyat," ujar Zulficar, mengutip dari isi surat tersebut, Kamis (8/10/2020).

Zulficar juga menilai UU Cipta Kerja menyisakaan kealpaan pengaturan pidana perikanan bagi korporasi.

Selama ini, pidana korporasi menjadi salah satu kelemahan UU Perikanan dalam penanggulangan IllegalUnreported, Unregulated Fishing (UUFI) di Indonesia.

Hal ini terlihat dari lemahnya sanksi hukum pidana pelaku IUUF yang melibatkan korporasi asing.

Padahal, Zulficar menuturkan, publik berharap upaya penegakan hukum pidana perikanan dapat diperbaharui dalam kerangka sistem hukum nasional yang ternyata tidak diatur dalam UU Cipta Kerja.

Baca juga: Puluhan Akademisi Tolak Pengesahan UU Cipta Kerja

Kemudian, Zulficar menyoroti inkonsistensi rezim pengelolaan pesisir.

Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 3/PUU-VIII/2010, bahwa mekanisme Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) mengurangi hak penguasaan negara atas pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Sehingga, ketentuan mengenai HP-3 dinyatakan bertentangan dengan UU 1945 dan kemudian diubah menjadi mekanisme perizinan.

"Sehingga mengakibatkan tidak adanya status atau bukti penguasaan pemanfaatan di ruang laut," kata dia.

Baca juga: Akademisi: UU Cipta Kerja Picu Hak Buruh Diambil Perusahaan

Selain itu, Zulficar juga mempersoalkan mengenai pemberian izin operasi kapal asing di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia yang dinilai akan menekan pelaku usaha dalam negeri dan nelayan kecil.

Ia mengatakan, kebijakan moratorim kapal asing dan penutupan investasi perikanan tangkap bagi asing telah berdampak positif. Misalnya, tumbuhnya usaha perikanan rakyat dan meningkatnya stok ikan nasional dalam lima tahun terakhir.

Hal ini, kata Zulficar, karena penggunaan alat tangkap modern dan skala besar oleh kapal asing selama beberapa dekade telah menguras sumberdaya ikan Indonesia.

Operasi penangkapan ikan asing di ZEE Indonesia dikhawatirkan akan kembali melanggar zona tangkap kapal dalam negeri dan nelayan lokal.

"Penangkapan ikan skala besar dikhawatirkan akan mematikan usaha penangkapan ikan rakyat yang kini sedang tumbuh dengan modal dan kekuatan sendiri," tutur dia.

Baca juga: Pengesahan UU Cipta Kerja, Akademisi: Pemerintah dan DPR Tak Transparan

Berdasarkan pandangan dan pertimbangan strategis tersebut, Zulficar meminta agar Presiden Jokowi dapat bersikap arif dengan menampung aspirasi masyarakat.

"Kami berharap Bapak Presiden dapat secara arif dan bijaksana dapat memahami keresahan dan dinamika sosial terutama masyarakat kelautan dan perikanan yang akan berdampak dengan implementasi UU ini," ungkap dia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com