JAKARTA, KOMPAS.com - Gelombang aksi penolakan terhadap UU Cipta Kerja tak hanya terjadi di DKI Jakarta, tetapi meluas hingga ke berbagai daerah di Tanah Air.
Aksi unjuk rasa, di antaranya, berlangsung di Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Banten, Jambi, dan Nusa Tenggara Barat.
Massa aksi yang terdiri dari mahasiswa hingga buruh menolak UU Cipta Kerja karena dianggap memangkas hak-hak masyarakat, misalnya dalam bab tentang ketenagakerjaan.
Para guru besar dan akademisi dari puluhan perguruan tinggi juga menyampaikan penolakan terhadap UU Cipta Kerja.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti, dalam konferensi pers pada Rabu (7/10/2020), mengatakan pembentukan RUU Cipta Kerja tidak mempertimbangkan aspirasi publik.
Baca juga: Presiden PKS: Jokowi Harus Dengar Suara Buruh, Terbitkan Perppu Cabut UU Cipta Kerja
Ia menilai DPR dan pemerintah terburu-buru menuntaskan penyusunan UU Cipta Kerja, bahkan penetapannya dilakukan jelang tengah malam.
Padahal, RUU Cipta Kerja sejak awal menuai banyak penolakan tetapi pembahasannya terus dikebut pemerintah dan DPR.
"Kenapa undang-undang cipta kerja yang prosedur dan materi muatannya sebagaimana tadi telah disampaikan banyak bermasalah harus terburu-buru disahkan bahkan sampai menyita waktu istirahat para anggota dewan dan menteri-menteri yang terhormat?" kata Susi.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyatakan, DPR dan pemerintah sebetulnya dapat membatalkan pemberlakuan UU Cipta Kerja.
Dia mencontohkan, DPR dan pemerintah pernah mencabut UU Nomor 25/1997 tentang Ketenagakerjaan dan menunda RUU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) dan Rancangan Undang-undang Pembinaan dan Perlindungan Ketenagakerjaan (PPK).
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan