Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misteri Naskah Final UU Cipta Kerja yang Menuai Polemik....

Kompas.com - 08/10/2020, 14:33 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR pada Senin (5/10/2020) lalu, hingga kini keberadaan naskah final UU itu masih menjadi misteri.

Padahal, pada saat yang sama gelombang unjuk rasa menguat di berbagai daerah, bahkan berujung bentrokan fisik antara demonstran dan aparat keamanan yang berjaga. Para pengunjuk rasa meminta agar UU yang banyak memuat pasal kontroversial itu dibatalkan.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo mengakui bahwa hingga kini belum ada naskah final UU Cipta Kerja. Sekalipun, UU itu telah disahkan sebelumnya.

Menurut dia, masih ada sejumlah penyempurnaan yang dilakukan terhadap draf UU itu.

Baca juga: Dari Jalan Diponegoro, Mahasiswa dan Buruh Konvoi Menuju Istana untuk Tolak UU Cipta Kerja

"Artinya, bahwa memang draf ini dibahas tidak sekaligus final, itu masih ada proses-proses yang memang secara tahap bertahap itu kan ada penyempurnaan," kata Firman dalam keterangan tertulis, Kamis (8/10/2020).

Keberadaan naskah UU Cipta Kerja sebelumnya dipertanyakan oleh sejumlah anggota dewan dan anggota Baleg DPR.

Salah satunya yaitu anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang juga Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid.

Baca juga: Komisioner Komnas Perempuan: UU Cipta Kerja Layak untuk Ditolak

Pasalnya, meski pengambilan keputusan Tingkat I telah dilakukan dan dilanjutkan dengan pengambilan keputusan Tingkat II atau pengesahan, hingga kini dirinya belum memegang naskah final UU tersebut.

“Ada apa di balik semua ini?" kata dia dalam keterangan tertulis seperti dilansir dari Kompas.tv.

Diketahui, Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat menjadi fraksi yang ngotot agar RUU Cipta Kerja tidak disahkan.

Bahkan, pada saat Sidang Paripurna dilaksanakan untuk mengambil keputusan pengesahan, Fraksi Partai Demokrat memilih walkout dari ruang sidang. 

Baca juga: Naskah UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Sesuai Pasal 163 huruf c dan e Tata Tertib DPR,  Hidayat menambahkan, setelah pengambilan keputusan tingkat pertama terdapat acara pembacaan dan penandatanganan naskah akhir RUU yang akan disahkan.

Ia mengaku heran. Sebab, pada saat seluruh fraksi diminta menyampaikan pandangannya, tetapi draf RUU itu justru belum diserahkan.

Ia menilai pembahasan dan pengambilan keputusan atas RUU ini terkesan terburu-buru.

Sebab, bila merujuk jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya, seharusnya waktu pengambilan keputusan dilaksanakan pada 8 Oktober, di mana pada saat yang sama elemen buruh dan masyarakat berencana melaksanakan aksi unjuk rasa menolak pengesahan pada 6-8 Oktober 2020.

Baca juga: Demo Tolak UU Cipta Kerja di DPRD DIY Ricuh, Polisi Tembakkan Gas Air Mata

Namun, pimpinan Badan Musyawarah (Bamus) DPR secara tiba-tiba meminta kepada seluruh anggota Bamus untuk rapat pada Senin siang, yang salah satu hasil keputusannya adalah menggelar rapat paripurna untuk pengambilan keputusan Tingkat II RUU Cipta Kerja pada Senin sore.

"Pembahasan RUU Cipta Kerja sangat terburu-buru. Bagaimana mungkin fraksi 'dipaksa' untuk menyampaikan pendapat mininya dan bahkan pendapat akhir di rapat paripurna, tetapi draf secara utuh RUU Ciptaker itu tidak dibagikan,” kata Hidayat seperti dilansir dari Kompas.tv, Kamis (8/10/2020).

Mahasiswa menuju Istana Negara, Jakarta untuk menggelar unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020).KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Mahasiswa menuju Istana Negara, Jakarta untuk menggelar unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020).

Untuk diketahui, pembahasan regulasi yang dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo itu sejak awal telah menuai banyak penolakan dari berbagai pihak karena dinilai banyak pasal di dalamnya yang dianggap pro pengusaha. 

Baca juga: Pengesahan UU Cipta Kerja, Politisi Demokrat: Gerindra Tunduk pada Situasi

Draf awal RUU Cipta Kerja diketahui diserahkan ke DPR oleh pemerintah pada Februari lalu. Penyerahan draf RUU dilaksanakan berbarengan dengan penyerahan Naskah Akademik RUU Cipta Kerja dan Surat Presiden Nomor R-06/Pres/02/2020.

Di dalam dokumen yang diunggah DPR melalui timeline pembahasan RUU Cipta Kerja, diketahui bahwa selama ini setiap dokumen yang diserahkan pemerintah maupun hasil rapat pembahasan selalu diunggah melalui situs tersebut.

Misalnya, saat DPR menggelar Rapat Paripurna ke-13 pada 2 April lalu, seluruh dokumen yang diserahkan pemerintah diunggah di timeline tersebut.

"Dengan ini menyampaikan Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja untuk dibahas dalam Sidang Dewan Perwakilan Rakyat, guna mendapatkan persetujuan dengan prioritas utama," demikian bunyi Surpres yang ditujukan Presiden Joko Widodo kepada Ketua DPR Puan Maharani.

Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, Massa Mahasiswa Akan Bergerak ke Istana

Selanjutnya, tercatat ada 46 kali rapat pembicaraan tingkat satu yang dilaksanakan untuk membahas RUU ini dalam kurun 14 April-14 September 2020. Pada setiap tahapan, DPR mengunggah dokumen hasil rapat, seperti laporan singkat dan daftar inventaris masalah (DIM).

Namun demikian, ketika Sidang Paripurna untuk pengambilan keputusan Tingkat II RUU Cipta Kerja telah dilaksanakan, hingga kini naskah UU Cipta Kerja tak kunjung diunggah DPR.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com