JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Bahrul Fuad menilai, pengesahan Undang-undang (UU) Cipta Kerja layak untuk ditolak.
Terutama, kata dia, jika dilihat dari sisi kepentingan disabilitas.
"Melihat dari satu sudut pandang ini saja, memang UU Cipta Kerja tersebut layak untuk ditolak," kata Bahrul kepada wartawan, Rabu (7/10/2020).
Bahrul mengatakan, UU tersebut dibuat dengan pemikiran yang tidak cermat dan dipenuhi nafsu untuk segera mengambil keputusan pengesahan.
Baca juga: Pengesahan UU Cipta Kerja, Politisi Demokrat: Gerindra Tunduk pada Situasi
Menurutnya, tidak perlu membaca dengan cermat untuk melihat UU Cipta Kerja dibuat dengan tergesa-gesa.
Hal itu, terlihat dari masih adanya penggunaan istilah penyandang cacat dalam UU tersebut.
"Beberapa pasal di UU Cipta Kerja masih menggunakan istilah penyandang cacat bukan penyandang disabilitas sebagaimana yang tertulis di dalam UU Penyandang Disabilitas," ujarnya.
"Hal ini akan menguatkan kembali stigma negatif bagi penyandang disabilitas," lanjut dia.
Baca juga: Disorot karena Sahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja, Apa Tugas dan Wewenang DPR?
Selain itu, Bahrul juga melihat ada pasal yang bisa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada penyandang disabilitas akibat kecelakaan kerja.
Hal itu tertuang pada Pasal 81 UU Cipta Kerja tepatnya pada poin perubahan Pasal 154A yang menyebutkan perusahaan tidak bisa melakukan PHK pada pekerja yang mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya melewati jangka waktu 12 bulan.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan