“Tapi waktu itu belum ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan belum pakai Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Jadi pakai biaya sendiri, lumayan mahal. 1 koate itu dulu sekitar Rp 2 juta, kalau sekarang Rp 5,8 juta,” terangnya.
Ibu tiga anak ini juga menceritakan, anaknya sempat menjalani dua kali pengobatan secara mandiri, termasuk saat berkhitan.
Pasalnya, saat itu khitan tidak ditanggung dalam program SKTM. Terlebih, proses khitan Farrosy melibatkan banyak dokter, seperti dokter darah, dokter anak, hingga dokter anestesi.
“Waktu khitan itu pakai biaya sendiri. Obat yang masuk dalam tubuh dia sekitar 12 ampul, itu biayanya hampir Rp 100 jutaan,” terangnya.
Baca juga: Hemofilia, Kelainan Pembekuan Darah yang Diturunkan Ibu ke Anak Laki-laki
Dalam perjalanannya, Amalia kemudian belajar membuat SKTM dan terus menggunakannya selama 4 tahun. Setelah pemerintah membuka BPJS Kesehatan secara resmi pada 2014 dia pun langsung mendaftar.
“Alhamdulillah sangat membantu, jadi tanpa biaya sepeser pun sekarang,” tuturnya.
Dia menceritakan, dengan program ini, biaya rawat inap di rumah sakit, pengobatan, dan biaya lainnya sudah ditanggung.
Bila tidak menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dari BPJS Kesehatan, biaya pengobatan dan perawatannya bisa sampai Rp 6 juta. Itu pun dilakukan sekali seminggu.
“BPJS Kesehatan ini sangat membantu, apalagi keadaan kami kan biasa-biasa saja. Kalau enggak ada BPJS Kesehatan enggak tahu lagi kami, pembiayaannya kan berkelanjutan,” ungkapnya.
Baca juga: Penderita Gagal Ginjal Ini Gratis Cuci Darah Dua Kali Seminggu berkat Jaminan BPJS Kesehatan
Saat ini, Amalia menjadi peserta program JKN Kelas 3 dan membayar iuran sebesar Rp 25.500. Sebelumnya, dia sempat menjadi anggota kelas 1. Saat ada penyesuaian iuran, dia memutuskan pindah ke kelas 3 sesuai dengan kemampuannya.
Selain Farossy, sehari-hari Amalia juga mengasuh dua anak perempuannya yang berumur 12 dan 5 tahun. Suaminya bekerja di industri rumahan memproduksi baju koko. Pendapatannya sekitar Rp 3-4 juta sebulan.
Oleh karena itu, dia pun bersyukur saat bergabung dengan program JKN. Sebab bila tidak menggunakannya, pendapatan keluarganya tidak memenuhi biaya untuk satu minggu pengobatan.
Terlebih saat ini pelayanan rumah sakit tidak membedakan antara kategori umum dan BPJS Kesehatan.
Baca juga: Pembuluh Jantung Tersumbat, Ibu Ini Jalani Kateterisasi dengan JKN-KIS
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.