Salin Artikel

Kisah Anak Penderita Hemofilia yang Harus Berobat Seumur Hidup

KOMPAS.com – Waktu itu, saat memandangi bayinya lebam-lebam dan membiru ketika belajar berjalan, Amalia (36) tidak pernah menyangka putra kesayangannya akan menjalani pengobatan jalan seumur hidup.

Seperti balita pada umumnya, Muhammad Farrosy yang beranjak tiga tahun hanya loncat-loncat biasa. Namun, tiba-tiba kakinya bengkak dan membuatnya tidak bisa berjalan.

“Ndak pakai jatuh, ndak pakai kepeleset, loncat-loncat aja, tapi langsung sendinya yang kena, bengkak, terus enggak bisa jalan,” ungkapnya kepada Kompas.com melalui telepon, Minggu (4/10/2020).

Saat dibawa ke dokter darah, Farrosy didiagnosis menderita Hemofilia karena kekurangan protein faktor 8. Akibatnya, ketika mengalami pendarahan, proses pembekuan darahnya berlangsung lebih lama dari waktu normal.

“Sebagai orangtua saya terpukul. Ndak pernah ngerti penyakit itu kok ada (kena). Apalagi anak saya laki-laki,” ujarnya.

Hemofilia sendiri adalah penyakit yang disebabkan karena faktor genetik. Namun Amalia mengaku bahwa keluarganya tidak ada yang pernah menderita penyakit serupa.

Meski terpukul, ibu rumah tangga asal Surabaya ini berusaha tegar menjalani dan mengaku telah menyerahkan semuanya kepada Allah SWT.

Kini, sang anak telah menginjak usia 14 tahun dan belajar di kelas 3 SMP. Aktivitasnya pun normal seperti anak pada umumnya.

Namun, bila aktivitasnya berlebihan atau ada benturan dan trauma, dia harus segera kontrol dan menjalani pengobatan.

“Seharusnya enggak boleh aktivitas berat, tapi dia kan anak laki ya. Tetap aja dia futsal, main-main gitu, bersepeda,” tutur Amalia.

Dengan kondisi seperti itu, setiap satu minggu sekali Farossy masih dan akan terus berobat jalan untuk mencegah timbulnya pendarahan. Bahkan, bila kakinya mengalami pendarahan bisa jadi dua kali seminggu.

Keadaan itu juga yang terkadang membuat Farrosy berkeluh kesah kepada ibunya karena dia berbeda dari teman-temannya.

“Kok aku enggak seperti anak lain sih, anak lain bisa main dengan bebas, dengan enak, aku sedikit berat aja udah enggak bisa jalan lagi,” ungkap Amalia menirukan anaknya.

Pengobatan yang dijalankan

Pada awalnya, Amalia tidak langsung memeriksakan anaknya ke dokter darah. Namun, karena kondisi sang anak semakin memburuk membuatnya berobat ke Rumah Sakit Umum Dr. Sutomo.

Saat itu, sang anak pun harus langsung menerima injeksi koate atau obat untuk merawat pasien hemofilia tipe A.

“Tapi waktu itu belum ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan belum pakai Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Jadi pakai biaya sendiri, lumayan mahal. 1 koate itu dulu sekitar Rp 2 juta, kalau sekarang Rp 5,8 juta,” terangnya.

Ibu tiga anak ini juga menceritakan, anaknya sempat menjalani dua kali pengobatan secara mandiri, termasuk saat berkhitan.

Pasalnya, saat itu khitan tidak ditanggung dalam program SKTM. Terlebih, proses khitan Farrosy melibatkan banyak dokter, seperti dokter darah, dokter anak, hingga dokter anestesi.

“Waktu khitan itu pakai biaya sendiri. Obat yang masuk dalam tubuh dia sekitar 12 ampul, itu biayanya hampir Rp 100 jutaan,” terangnya.

Dalam perjalanannya, Amalia kemudian belajar membuat SKTM dan terus menggunakannya selama 4 tahun. Setelah pemerintah membuka BPJS Kesehatan secara resmi pada 2014 dia pun langsung mendaftar.

“Alhamdulillah sangat membantu, jadi tanpa biaya sepeser pun sekarang,” tuturnya.

Dia menceritakan, dengan program ini, biaya rawat inap di rumah sakit, pengobatan, dan biaya lainnya sudah ditanggung.

Bila tidak menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dari BPJS Kesehatan, biaya pengobatan dan perawatannya bisa sampai Rp 6 juta. Itu pun dilakukan sekali seminggu.

“BPJS Kesehatan ini sangat membantu, apalagi keadaan kami kan biasa-biasa saja. Kalau enggak ada BPJS Kesehatan enggak tahu lagi kami, pembiayaannya kan berkelanjutan,” ungkapnya.

Saat ini, Amalia menjadi peserta program JKN Kelas 3 dan membayar iuran sebesar Rp 25.500. Sebelumnya, dia sempat menjadi anggota kelas 1. Saat ada penyesuaian iuran, dia memutuskan pindah ke kelas 3 sesuai dengan kemampuannya.

Selain Farossy, sehari-hari Amalia juga mengasuh dua anak perempuannya yang berumur 12 dan 5 tahun. Suaminya bekerja di industri rumahan memproduksi baju koko. Pendapatannya sekitar Rp 3-4 juta sebulan.

Oleh karena itu, dia pun bersyukur saat bergabung dengan program JKN. Sebab bila tidak menggunakannya, pendapatan keluarganya tidak memenuhi biaya untuk satu minggu pengobatan.

Terlebih saat ini pelayanan rumah sakit tidak membedakan antara kategori umum dan BPJS Kesehatan.

https://nasional.kompas.com/read/2020/10/08/14323041/kisah-anak-penderita-hemofilia-yang-harus-berobat-seumur-hidup

Terkini Lainnya

Persiapkan Leaders’ Retreat, Menlu Singapura Temui Menko Airlangga Bahas Kerja Sama dan Isu Strategis

Persiapkan Leaders’ Retreat, Menlu Singapura Temui Menko Airlangga Bahas Kerja Sama dan Isu Strategis

Nasional
Pesan Terakhir Pria yang Ditemukan Tewas di Kontrakan Depok, Minta Jasadnya Dikremasi

Pesan Terakhir Pria yang Ditemukan Tewas di Kontrakan Depok, Minta Jasadnya Dikremasi

Nasional
Profil Mooryati Soedibyo: Mantan Wakil Ketua MPR dan Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Profil Mooryati Soedibyo: Mantan Wakil Ketua MPR dan Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Pendiri Mustika Ratu, Mooryati Soedibyo, Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Pendiri Mustika Ratu, Mooryati Soedibyo, Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Nasional
Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke