JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) menyampaikan poin-poin penting dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelayanan Radiologi Klinis yang dinilai bisa merugikan masyarakat.
Hal itu disampaikan Ketua MKKI David Perdanakusumah dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (6/10/2020).
David menggarisbawahi, Permenkes diterbitkan di tengah situasi pandemi Covid-19. Selain tidak tepat secara waktu, ada dampak pelayanan kesehatan akibat adanya aturan itu.
"Peraturan Menkes ini akan memberikan dampak yang tidak baik kepada berbagai hal, " ujar David dalam rilis resmi yang diterima Kompas.com, Selasa (6/10/2020).
Baca juga: Permenkes Pelayanan Radiologi Menuai Polemik, Kemenkes Enggan Komentar
David menyebutkan, setidaknya ada lima dampak langsung dari penerapan aturan ini. Berikut rinciannya:
1. Penurunan kualitas pelayanan kesehatan
Menurut David, Permenkes bisa berpotensi memicu terjadi kekacauan dalam pelayanan kesehatan. Hal itu bisa berdampak jangka panjang terhadap masyarakat luas.
"(Bisa) berupa keterlambatan dan menurunnya kualitas pelayanan. Akibatnya, terjadi peningkatan angka kesakitan dan kematian pasien," ujar David.
Baca juga: Kritik Terawan, Perhimpunan Dokter Pertanyakan Permenkes soal Layanan Radiologi Klinik
2. Ibu hamil dan pasien sejumlah penyakit sulit USG
Selain kematian pasien secara umum, David mengkhawatirkan potensi kematian ibu dan anak.
Penyebabnya, karena layanan USG oleh dokter kebidanan tidak bisa lagi dilakukan.
Menurut MKKI, berdasarkan Permenkes tersebut, pelayanan radiologi klinis hanya bisa dilakukan oleh pihak yang mendapat kewenangan dari kolegium radiologi.
"(Angka) kematian ibu dan anak, karena USG oleh dokter kebidanan tidak bisa lagi dilakukan. Kemudian penilaian pembuluh darah jantung untuk pasien penyempitan pembuluh darah tidak bisa lagi dilakukan oleh dokter jantung," ucap David.
"Bahkan tindakan USG dasar oleh dokter umum menjadi tidak bisa lagi bila tidak mendapat kewenangan dari kolegium radiologi," kata dia.
Baca juga: Aturan Menkes Terawan, Dokter Kandungan Terancam Tak Bisa Lakukan USG
3. Ganggu pelayanan 16 bidang medis
David melanjutkan, terbitnya Permenkes dapat mengganggu layanan sekurang-kurangnya 16 bidang medis pada masyarakat.
Dia tidak menjelaskan secara rinci ke-16 layanan yang dimaksud. Namun, menurut dia, masyarakat yang paling akan merasakan dampak dari Permenkes ini.
"Sebab, layanan yang semestinya dijalankan oleh 25.000 dokter spesialis dari 15 bidang medis dan juga dokter umum ini kini hanya akan dilayani oleh sekitar 1,578 radiolog," kata dia.
Baca juga: Dinilai Untungkan Dokter Sejawat, Terawan Diminta Cabut Permenkes 24/2020
4. Ganggu skema pendidikan kedokteran
Ke depannya, lanjut David, dampak ini juga akan berkelanjutan pada pendidikan kedokteran baik spesialis maupun dokter.
"Di mana akan ada perubahan dari standar pendidikan yang berlaku saat ini, sementara itu akan diperlukan perubahan pula pada standar pendidikan radiologi terkait dengan pelayanan klinik yang meliputi diagnostik dan terapi," ucapnya.
"Kompetensi setiap bidang ditentukan oleh masing masing kolegium. Kompetensi dokter diatur oleh kolegium dan KKI bukan oleh peraturan menteri. Setidaknya 8,935 peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) akan terdampak," kata David.
5. Menimbulkan konflik di antara rekan seprofesi
Terakhir, David menyebut terbitnya Permenkes ini berpotensi menimbulkan gesekan antar sejawat dokter.
"Karena kita tidak tahu pandemi ini sampai kapan, seluruh komunitas kesehatan harus saling support, termasuk support penuh pemerintah dan masyarakat," kata David.
Baca juga: Luhut Instruksikan Terawan Awasi Ketat Produsen Obat Covid-19
Adapun pernyataan David ini mewakili Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dan 15 Organisasi Profesi Kedokteran.
Sebagaimana diketahui, MKKI menyampaikan surat penolakan atas terbitnya Permenkes Nomor 24 Tahun 2020. Penolakan itu disampaikan dalam surat tertanggal 5 Oktober 2020 yang ditujukan kepada Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Sebagaimana dikutip dari lembaran surat yang diterima Kompas.com, Selasa (6/10/2020), ada tiga poin yang disampaikan.
Pertama, terbitnya PMK itu dinilai mengutamakan teman sejawat Menkes yakni para dokter spesialis radiologi dan mengesampingkan teman sejawat dokter lain.
Baca juga: Kursi Terawan yang Kosong di Mata Najwa, Kritik, hingga Padatnya Jadwal Sang Menteri
Baik itu dokter umum pada Pelayanan Radiologi Klinik Pratama maupun dokter spesialis pada Pelayanan Radiologi Klinik Madya, Utama dan Paripurna dalam pemanfaatan peralatan dengan modalitas radiasi pengion dan nonpengion.
"Dapat dipastikan akan menciptakan suasana tidak nyaman dan melemahnya kerja sama antar teman sejawat profesi dokter yang selama ini telah berjalan dengan baik yang pada akhirnya akan mengganggu kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat luas," demikian kutipan pada surat tersebut.
Bahkan dapat dipastikan ada dampak yang timbul apabila Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang telah memberikan Pelayanan Radiologi Klinik Madya, Utama maupun Paripurna, secara konsekuen menerapkan PMK 24/2020 dengan memberikan clinical privilege dan clinical appointment hanya kepada dokter spesialis radiologi yang selama ini telah diberikan dan dijalankan oleh dokter umum dan beberapa dokter spesialis.
Sebab, dipastikan akan terjadi defisit dokter yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan sekalipun PMK 24/2020 mengatur ketentuan peralihan untuk penyesuaian selama paling lambat dua tahun.
Baca juga: Terawan Sebut Pengadaan Alkes untuk Tangani Covid-19 Belum Seluruhnya Bisa Dipenuhi
Ketiga, MKKI menyatakan sangat prihatin dan menyayangkan sikap yang diambil oleh Menkes Terawan selakuprofesional dokter spesialis radiologi yang lebih mengutamakan teman sejawat sesama spesialis radiologi pada pelayanan medis yang menggunakan peralatan dengan modalitas radiasi pengion dan non pengion tersebut.
Menurut MKKI, teman sejawat dokter lain pun memiliki kompetensi dan kualifikasi terstandar baik dari segi knowledge, skill maupun kemampuan komunikasi dengan pasien yang kesemuanya itu telah berjalan sesuai dengan UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan berbagai Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
Menutup pernyataan dalam surat resminya, MKKI meminta Menkes Terawan meninjau ulang PMK 24/2020 dan mencabutnya dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.