Klaster ketenagakerjaan akhirnya kembali dibahas oleh DPR dan pemerintah pada 25 September.
Setelah itu pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR terus dikebut. Proses pembahasannya relatif berjalan mulus.
Untuk meloloskan RUU Cipta Kerja menjadi UU, anggota Dewan sampai rela melakukan rapat maraton. Selama sekitar tujuh bulan pembahasan, rapat dilakukan sebanyak 64 kali, termasuk pada dini hari, akhir pekan, hingga saat reses.
Pembahasan selesai dan akhirnya RUU ini dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan sebagai UU pada Senin (5/10/2020). Para buruh pun melakukan aksi untuk menolak pengesahan tersebut.
Baca juga: KSPSI Akan Ajukan Uji Materiil UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi
Satu jam sebelum rapat paripurna dimulai, Presiden Jokowi sempat menerima dua pemimpin serikat buruh ke Istana, yakni Presiden KSPI Said Iqbal beserta Presiden KSPSI Andi Gani.
Kedua pentolan buruh tersebut mengutarakan sejumlah pasal yang dinilai merugikan buruh sehingga pengesahan RUU Cipta Kerja harus ditunda.
Namun, rupanya pertemuan itu tak mengubah apa pun.
Rapat paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU tetap dilaksanakan di Gedung DPR. Dalam rapat pengesahan itu, Fraksi Partai Demokrat dan PKS tetap pada sikapnya untuk menolak RUU sapu jagat itu.
Namun, suara dua fraksi tersebut kalah oleh tujuh fraksi lainnya yang mendukung RUU ini disahkan, yakni PDI-P, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, dan PPP.
Meski sempat terjadi interupsi dan walkout dari Fraksi Demokrat, akhirnya RUU Cipta Kerja pun disahkan menjadi UU.
Baca juga: Buruh di Bekasi Bubarkan Diri, Aksi Demo Tolak UU Cipta Kerja Dilanjut Besok
Sementara di luar ruang sidang, buruh masih menggelar aksi unjuk rasa di berbagai daerah untuk menolak pengesahan tersebut.
UU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal ini disusun dengan metode omnibus law. Oleh karena itu, pengesahan RUU Cipta Kerja tersebut akan berdampak terhadap 1.203 pasal dari 79 UU yang terkait dan terbagi dalam 7.197 daftar inventarisasi masalah.
Meski pembahasan klaster ketenegakerjaan sempat ditunda untuk menyerap aspirasi buruh, namun UU yang telah disahkan tetap memuat berbagai pasal yang bisa memangkas hak pekerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, masih ada sejumlah aturan yang ditolak buruh dalam UU Cipta kerja.
Pertemuannya dengan Presiden Jokowi pada menit-menit akhir tak mengubah keberadaan pasal-pasal tersebut.
Pertama, yakni menuntut upah minimum kota (UMK) serta upah minimum sektoral kota (UMSK) tidak dihilangkan. Selain itu, buruh meminta nilai pesangon tidak berkurang.
Baca juga: Disahkan DPR, Adakah Cara Membatalkan UU Cipta Kerja?
Buruh juga menolak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak seumur hidup.
Kemudian, buruh juga menolak adanya outsourcing seumur hidup, waktu kerja yang eksploitatif serta hilangnya cuti dan hak upah atas cuti.
Lalu, buruh juga menuntut karyawan kontrak dan outsourcing untuk mendapat jaminan kesehatan dan pensiun.