Argo mengatakan, para tersangka memiliki banyak rekening penampungan.
Rekening penampungan berasal dari warga di sekitar domisili pelaku.
"Hampir satu kampung diminta membuka rekening. Ada timnya yang jadi penunjuk, dia yang jalan, memberikan iming-iming agar masyarakat di sekitarnya membuka rekening, itu yang digunakan rekening penampungan," ujar dia.
Setelah terkumpul, ada tersangka yang berperan mengambil uang dari rekening penampungan.
Ada pula tersangka yang bertugas menyiapkan peralatan teknologi. Adapun pengendali operasi ini adalah tersangka AY.
Uang yang telah ditarik kemudian dibagikan kepada para tersangka. Kapten atau pengendali operasi mendapatkan 40 persen dan sisanya merupakan jatah pelaku lain.
Baca juga: Cegah Kejahatan Perbankan, Ini yang Harus Dilakukan Nasabah
Menurut keterangan polisi, sindikat ini bekerja secara terstruktur. Mereka beroperasi dari gubuk-gubuk yang berada di hutan di samping kampung mereka.
Dari informasi yang diperoleh penyidik, para tersangka melakukan aksinya karena motif ekonomi.
Argo menuturkan, pembobolan yang diduga dilakukan para tersangka menjadi pekerjaan sehari-hari yang dilakukan.
"Motifnya untuk ekonomi, tapi setelah dicek, memang benar dia bisa memperbaiki hidupnya, ada rumah yang bagus, punya mobil," ungkap Argo.
Total, menurut polisi, para tersangka telah menggunakan uang dari aksinya tersebut sebesar Rp 8 miliar.
Argo mengatakan, uang itu digunakan pelaku untuk kepentingan pribadi, misalnya membeli mobil atau membangun rumah.
Baca juga: Bareskrim Tangkap 10 Tersangka Kasus Dugaan Pengambilalihan Rekening lewat Kode OTP
Bahkan, polisi menemukan rumah pelaku yang memiliki kolam renang.
Dalam kasus ini, polisi pun menyita barang bukti berupa laptop, telepon seluler, kartu ATM, buku tabungan, dan uang.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 30 ayat 1 UU ITE jo Pasal 46 ayat 1 UU ITE dan Pasal 32 jo Pasal 48 UU ITE dan Pasal 363 KUHP.
"Ini ancamannya 6 sampai 10 tahun penjara," kata Argo.
Hingga saat ini, polisi mengaku masih menginvestigasi apakah ada tersangka lain dalam kasus ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.