Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLBHI: Polri Tak Berhak Cegah Unjuk Rasa Penolakan RUU Cipta Kerja

Kompas.com - 05/10/2020, 13:43 WIB
Devina Halim,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengkritik Surat Telegram Kapolri nomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 tertanggal 2 Oktober 2020 yang beredar di media sosial.

Telegram tersebut berisikan sejumlah perintah untuk mengantisipasi aksi unjuk rasa dan mogok kerja buruh pada 6 hingga 8 Oktober 2020 terkait penolakan pengesahan omnibus law RUU Cipta Kerja.

Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menyoroti perintah tentang pelaksanaan fungsi intelijen dan deteksi dini untuk mencegah terjadinya unjuk rasa dan mogok kerja yang dapat menimbulkan aksi anarkis serta konflik sosial.

Baca juga: Hari Ini, Sejumlah Aliansi Buruh Bergerak ke DPR Tolak RUU Cipta Kerja

"Polri tidak punya hak mencegah unjuk rasa," kata Isnur melalui keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).

Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Polri justru bertanggung jawab memberi pengamanan terhadap peserta unjuk rasa.

Berikutnya, YLBHI menyoroti poin ketiga dalam telegram tersebut yang tertulis "cegah, redam dan alihkan aksi" guna mencegah penyebaran Covid-19.

Isnur menilai perintah tersebut diskriminatif. Sebab, dua aksi penolakan RUU Cipta Kerja sebelumnya tidak menimbulkan klaster baru penyebaran Covid-19.

 

Sementara, kata Isnur, banyak keramaian yang tidak mematuhi protokol kesehatan, seperti di perusahaan, pusat perbelanjaan, hingga bandara.

Baca juga: Jika Disetujui Bamus DPR, RUU Cipta Kerja Bakal Disahkan Hari Ini

Poin kelima juga menjadi sorotan YLBHI, yakni "lakukan cyber patrol pada medsos dan manajemen media untuk bangun opini publik yang tidak setuju dengan aksi unras di tengah pandemi Covid-19."

Begitu pula dengan poin enam yang berisi "lakukan kontra-narasi isu-isu yang mendiskreditkan pemerintah."

Isnur menuturkan, mengacu pada Pasal 30 UUD 1945 dan amandemennya, Polri bertugas menjaga keamanan dan ketertiban, bukan melakukan kampanye untuk pemerintah.

Perintah tersebut juga dinilai menghambat kritik publik terhadap pemerintah.

"Selain itu 'mendiskreditkan' adalah tafsiran subjektif yang berpotensi menghambat kritik publik kepada pemerintah. Kritik publik dalam demokrasi justru bermanfaat bagi kehidupan bernegara karena menjadi kontrol kekuasaan," ucap Isnur.

Baca juga: RUU Cipta Kerja, Regulasi Kontroversial Kelima yang Dikebut di Era Jokowi

Poin tujuh dan delapan dalam telegram Kapolri juga dinilai diskriminatif dan melanggar amandemen UUD 1945.

Poin tujuh berisikan, "secara tegas tidak memberikan izin kegiatan baik unjuk rasa maupun izin keramaian lainnya."

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

Nasional
Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com